Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Tempat Aman bagi Anak?

Kompas.com - 08/02/2013, 03:06 WIB

”Kami belum tahu apakah kasusnya memang semakin banyak yang berarti nilai-nilai tentang keluarga semakin rusak dan kondisi sosial-ekonomi semakin memburuk, atau kesadaran masyarakat semakin tinggi karena informasi semakin terbuka, atau orang semakin berani datang ke lembaga yang mengurus kasus-kasus itu,” ujar Apong.

Eskalasi kasus tampaknya tak seimbang dengan keterbatasan sumber daya. ”Dalam sehari, Komnas PA menerima pengaduan 10-15 kasus. Sangat melelahkan,” kata Arist.

Dengan sumber daya yang ada, menurut Ajun Komisaris Sri Endang Lestari, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur, pihaknya menangani 25-30 kasus setiap bulan pada tahun 2012. Tahun sebelumnya, 35-50 kasus. Padahal, pengusutan membutuhkan waktu dan menguras tenaga terkait investigasi.

Fenomena global

Kasus kekerasan seksual terhadap anak juga menjadi fenomena global yang sebagian besar tak dilaporkan. Meski sebagian besar negara sudah meratifikasi Konvensi Internasional Hak Anak (CRC) pada tahun 1989, sejumlah lembaga internasional memperkirakan 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki di dunia mengalami kekerasan seksual dalam berbagai bentuk pada usia di bawah 18 tahun.

Arist dan Apong menyayangkan reaksi masyarakat yang ”dingin” terhadap kasus-kasus kekerasan seksual pada anak. ”Paling ramai di koran satu-dua hari, habis itu selesai, tak ada apa-apa lagi. Lain dengan India,” kata Arist.

Mungkin pandangan Thomas Friedman dalam ”Virtual Middle Class Rising” (International Herald Tribune, 4/2/2012) dan Manuel Castells dalam Network of Outrages and Hope: Social Movements in the Internet Age (2012) bisa memberi jawaban.

Friedman menulis, di India telah terbentuk komunitas politik baru, yakni kelas menengah virtual yang meski miskin, tetapi dengan pendidikan dan teknologi serta memiliki kesadaran kuat akan hak-hak politiknya. Pandangan Castells menjelaskan mengapa segera terjadi protes besar menuntut negara menghukum berat pelaku pemerkosaan brutal di bus umum yang menewaskan seorang mahasiswi di New Delhi, India, 16 Desember 2012.

”Selain itu, gerakan feminis di India sangat kuat,” ujar pakar psikologi sosial-anak, Irwanto, dari Pusat Perlindungan Anak Universitas Indonesia.

Meski demikian, kepedulian masyarakat di Indonesia secara perlahan mulai terbangun. Banyak kasus dilaporkan oleh masyarakat atau pihak di luar keluarga inti. Kasus RI, misalnya, menurut Endang, dilaporkan oleh tetangga.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com