Sejauh ini perhatian lebih banyak tertuju kepada penyelesaian hukum untuk pelaku. ”Padahal yang paling rumit adalah menangani trauma korban. Apalagi korban kekerasan seksual yang dilakukan anggota keluarga terdekat,” kata Irwanto.
Menurut Apong dan Arist, setelah terapi psikososial untuk menghadapi proses peradilan, dalam banyak kasus jejak korban tak lagi terlacak.
Selain itu, seluruh fasilitas pelayanan hanya ada di tingkat provinsi dan kabupaten. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan PPA hanya ada di polres. ”Padahal banyak kasus terjadi di tingkat kecamatan,” ujar Arist.
Apong tak melihat kehendak politik yang kuat dari pemerintah dalam menanggapi kasus-kasus anak. ”Masa depan kita ada di tangan mereka. Ini masalah nasionalisme yang paling riil,” kata Apong.