Direktur Komersial dan Humas PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Makmur Syaheran, Minggu (19/5), mengatakan, harga tiket dengan tarif progresif ini ditentukan jauh-dekat perjalanan penumpang.
”Untuk lima stasiun pertama, penumpang dikenai tarif Rp 3.000. Adapun untuk setiap tiga stasiun berikutnya, harga tiket ditambah Rp 1.000,” kata Makmur.
Dia menambahkan, harga tiket yang harus dibayar penumpang ditentukan oleh sistem yang sudah dipersiapkan operator. Apabila ada kemungkinan lebih dari satu jalur ke stasiun tujuan, sistem secara otomatis akan menghitung jalur terpendek. Dengan demikian, harga tiket yang harus dibayar adalah harga termurah.
Makmur mencontohkan, penghitungan tarif dari Stasiun Bogor ke Stasiun Jatinegara tidak berdasarkan jumlah stasiun yang dilewati oleh kereta jalur lingkar yang berjumlah 29 stasiun. Tiket dihitung berdasarkan jarak terdekat, yakni Bogor-Manggarai-Jatinegara yang berjumlah 17 stasiun. Dengan demikian, penumpang Bogor-Jatinegara hanya membayar Rp 7.000. Adapun tarif yang berlaku saat ini untuk rute tersebut Rp 9.000.
Makmur memastikan, tarif yang dibayar penumpang tidak akan lebih mahal ketimbang tarif yang berlaku saat ini meskipun jumlah stasiun yang dilewati sudah melampaui batas maksimal.
Pada tahap awal, tiket elektronik digunakan untuk satu kali perjalanan. Ke depan, tiket diberlakukan dengan sistem potong saldo (multitrip).
Dengan sistem penghitungan tarif ini diharapkan semakin banyak orang tertarik menggunakan KRL sebagai moda transportasi, tidak hanya untuk pekerja komuter, tetapi juga untuk transportasi di dalam kota.
Sepekan ke depan, PT KCJ akan memaksimalkan sosialisasi tiket progresif dan tiket elektronik ini kepada penumpang KRL. Tarif progresif juga mulai dipasang di stasiun-stasiun.
Adapun proses uji coba tiket elektronik ini masih dilakukan di sejumlah lintas di Jabodetabek. Sejak 8 April sampai 13 Mei, sudah 130.000 tiket elektronik yang dijual dan digunakan penumpang pada masa uji coba.