Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DBD Urusan Kita Semua

Kompas.com - 15/06/2013, 03:41 WIB

Baru-baru ini dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-66 dipakati resolusi WHA yang memberi perhatian pada penyakit terabaikan seperti kaki gajah, kecacingan, lepra, frambusia termasuk DBD, dan rabies.

Mengapa terabaikan? Jawabannya, kegagalan kebijakan kesehatan masyarakat yang menyebabkan rendahnya prioritas untuk penanggulangannya, kegagalan dalam merencanakan alokasi sumber daya sehingga pengendalian penyakit tidak memadai, dan kegagalan dalam implementasi program yang tidak efektif.

Akibatnya, DBD tetap menjadi masalah. Bukan hanya masalah kesehatan, melainkan juga hilangnya waktu produktivitas bekerja, waktu sekolah, dan kehilangan secara ekonomi baik untuk keluarga maupun bagi pemerintah karena saat terjadi kejadian luar biasa (KLB), biaya yang dibutuhkan sangat besar.

Para ahli berusaha mencari terobosan. Berbagai inovasi untuk memutuskan mata rantai penularan telah dan sedang dicoba. Dari pandangan masyarakat, mereka ingin yang mudah tanpa harus susah payah.

Pengendalian vektor

Bila ada kasus DBD, masyarakat minta dilakukan penyemprotan. Namun, ternyata penyemprotan tidak menyelesaikan masalah, karena hanya membunuh nyamuk dewasa. Esok atau lusa tumbuh nyamuk-nyamuk baru dari larva/jentik nyamuk.

Karena itu, dibuat Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan dukungan kader-kader PKK dengan nama juru pemantau jentik (jumantik) bersama masyarakat. Kemudian, aplikasinya disesuaikan dengan daerah masing-masing.

Hasilnya, sejak tahun 2010, kasus DBD di Indonesia menurun. Permasalahan klasik timbul adalah kesinambungan dari pelbagai kegiatan yang dilakukan di tiap daerah.

Karena belum ada obat antivirus dengue, kegiatan pengendalian vektor nyamuk merupakan pilihan yang paling mungkin untuk memberantas DBD.

Kegiatan lain yang sedang dilaksanakan adalah kerja sama dengan para peneliti dan LSM. Misalnya, penelitian untuk mencari tempat perindukan yang paling potensial di Yogyakarta. Hasilnya, ternyata masih sama, yaitu bak mandi, ember, kaleng bekas, dan sumur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com