Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uban di Kepala

Kompas.com - 24/06/2013, 23:25 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Mula-mula jari-jari Kokom lincah mencabuti uban di kepala suaminya, Juha. Namun, ketika dengan saksama ia amati rambut di kepala suaminya itu, Kokom benar-benar baru menyadari, betapa kepala lelaki yang telah menikahinya sepanjang tiga tahun itu ternyata makin banyak ditumbuhi uban.

Sampai akhirnya Kokom memutuskan, inilah rasanya hari terakhir dirinya mencabuti uban di kepala Juha. Selanjutnya Kokom hanya mengelus-elus rambut suaminya itu yang kini telah tertidur di pangkuannya.

Saat-saat beginilah Kokom baru bisa melihat dengan jelas wajah polos suaminya. Sambil tersenyum, ia jelajahi wajah suaminya itu. Ia lihat telah ada kerutan tipis di bawah matanya. Tapi yang paling mencolok, memang uban di kepalanya itu.

Ketika ia sibak bagian tengah kepala, Kokom tak cuma menemukan uban, tapi juga pitak di kepala Juha. Kokom kembali tersenyum. Ia jadi teringat cerita mertuanya ketika melihat pitak itu. Inilah mungkin bekas bacokan cangkul dari teman Juha ketika berkelahi pada masa kanak-kanak dulu.

Ya, ya, mertua Kokom ya ibu Si Juha ini sering bercerita tentang anak sulungnya ini yang nakalnya kelewatan. Nyaris tidak ada hari tanpa huru-hara sewaktu sekolah di SD. Ada saja masalah yang dibuat Juha, mulai berantem dengan teman-teman sekolahnya, jahil terhadap guru, sampai minggat dari rumah.

Membayangkan itu semua, Kokom kembali tersenyum sendiri. Pikirnya, enggak sangka di kala dewasa laki-laki ini bakal jinak begini. Kebandelannya sudah dihabiskan di masa kecilnya barangkali, kata ibu Juha suatu kali.

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri, Kom?" Juha mendadak terbangun.
"Kagak apa-apa," kata Kokom sambil senyum.
"Kenapa berhenti. Ayo cabutin lagi."
Kokom masih dengan senyumnya.
"Ayo dong, Kom, sayangku, cintaku, puisiku, cabutin uban di kepala Abang."
"Kagak, ah Bang."

Juha keheranan. Dengan sorot matanya ia bertanya, kenapakah Kokom tak menuruti perintahnya.

"Kokom takut rambut Abang bakalan abis kalau Kokom cabutin terus. Lagian, setelah Kokom amat-amati, Abang lebih ganteng dengan uban di kepala."
"Merayu nih ye...."
"Bener, keliatan gimana gitu…makin matang."
"Abis matang tinggal busuknya."
"Takut amat, semua manusia juga bakalan busuk setelah di liang kubur."
"Iya sih."

Angin berembus perlahan pada sore itu. Selembar daun mangga di halaman rumah berpusingan, sebelum akhirnya jatuh di dekat sepasang suami istri yang sedang bercengkerama di bale-bale itu.

"Kenapa orang harus beruban ya Bang?"
"Itu pertanda umur makin tua."
"Ah, umur Abang tiga puluh juga belum."
"Banyak sih penyebabnya. Selain umur yang makin tua, bisa pula karena banyak pikiran, sering di depan komputer, keturunan, atau stres."
"Kalau Abang kira-kira penyebabnya apa?"
"Bisa keempat-empatnya."
"Abang banyak pikiran lantaran Kokom ngabisin uang belanja ya Bang?"
"Hus, ngawur. Sesekali gue memang mikirin soal itu, tapi soal itu enggak masuk itungan yang mesti gue pikir banget-banget."
"Trus yang masuk itungan, apa misalnya?"
"Banyak."
"Iya, apa misalnya."
"Misalnya, betapa banyaknya orang-orang bebal di negeri ini."
"Maksudnya?"
"Orang-orang yang cuma mikirin kebutuhannya sendiri dan enggak pernah peduli sama kepentingan orang lain."
"Pan udah jamak gitu, semua manusia sukanya emang mikirin perut sendiri ketimbang urusan orang lain."
"Kokom, Nabi dan Rasul diturunkan itu untuk mengajari kita peduli sama sesama."
"Orang-orang itu lupa kali kalau mereka punya Nabi atau Rasul."
"Iya ya Kom, kalau mereka ingat Nabi mereka, Tuhan mereka, pasti mereka akan berlaku baik semua. Saling mengasihi, saling menyayangi, saling berbagi... fuihhh... indah bener hidup ini."

Juha menghela napas. Matanya menyapu wajah Kokom dari bawah. Ah... cantik nian biniku ini, batin Juha sambil tersenyum.

"Ada lagi yang Abang pikirin?" Kokom mengagetkan lamunan Juha.
"Banyak Kom, banyak."
"Termasuk harga bensin dan solar ya?"
"Iya, dua yang dinaikkan, efeknya semua barang dan jasa ikutan naik."

Lalu Juha pun bercerita, tempo hari, saat kenaikan BBM masih menjadi isu saja, semua harga kebutuhan pokok sudah langsung menggeliat ikut bangkit. Yang paling mengejutkan adalah naiknya harga jengkol dan pete, dua buah rakyat yang selama ini tak dipandang sebelah mata itu naik tak kira-kira. Untuk jengkol sudah menembus 60.000 per kg dan pete menembus angka 80.000 per kg.

Seperti efek karambol, kenaikan di satu pasar diikuti pasar yang lain. Di Kota Sukabumi harga juga mulai merangkak sekitar 10 persen. Kenaikan harga kebutuhan pokok itu mulai terjadi dalam sepekan terakhir ini.

Sejumlah komoditas yang naik di antaranya beras Ciherang dari Rp 8.000 per kg menjadi Rp 8.200 per kg, minyak goreng curah Rp 9.500 per kg menjadi Rp 9.700 per kg, daging ayam Rp 28.000 per kg menjadi Rp 30.000 per kg, bawang putih Rp 18.000 per kg menjadi Rp 19.000 per kg, dan wortel Rp 7.000 per kg menjadi Rp 10.000 per kg.

Di Pasar Wage Kota Nganjuk, harga telur yang sebelumnya Rp 13.000 per kg, naik menjadi Rp 15.000 per kg. Beras kualitas sedang yang sebelumnya Rp 7.000 per kg naik menjadi Rp 7.400 per kg, dan beras kualitas bagus yang sebelumnya Rp 7.800 naik menjadi Rp 8.200 per kg.
 
Kenaikan juga terjadi pada bumbu-bumbu dapur. Misalnya merica yang sebelumnya Rp 88.000 per kg naik menjadi Rp 98.000 per kg, kacang tanah yang sebelumnya Rp 16.000 naik menjadi Rp 17.000 per kg.
 
Demikian juga dengan sayur mayur seperti kacang buncis yang sebelumnya Rp 4.000 naik menjadi Rp 7.000 per kg, wortel yang sebelumnya Rp 4.500 naik menjadi Rp 7.000 per kg, kentang yang sebelumnya Rp 6.000 naik menjadi Rp 8.000 per kg dan cabai merah besar juga naik dari sebelumnya Rp 18.000 menjadi Rp 24.000 per kg.

Jika semuanya mulai merangkak naik, maka gas pun tak mau tinggal di tempat. Selain susah didapat, harga gas pun ikut membubung.

Melambungnya harga-harga kebutuhan sehari-hari itu pun seperti memicu kenaikan harga keperluan lainnya. Sejak Januari 2013 harga suku cadang dari dua jenis merek motor, yakni Honda dan Suzuki, juga naik, kemudian disusul naiknya harga ban motor, harga oli, dan harga aki.

Lonjakan tertinggi terjadi pada harga aki, yang disebabkan naiknya harga timah. Selain kenaikan harga, masalah terjadi karena sedikitnya jumlah pasokan. Dengan terbatasnya jumlah pasokan maka hukum pasar berlaku; saat permintaaan lebih banyak dari persediaan, maka harga akan semakin tinggi.

***

Kini BBM telah naik, harga-harga pun kian mencekik. Padahal puasa sudah di depan mata, disusul dengan Lebaran. Sudah jadi tradisi mayoritas bangsa ini, menyambut datangnya bulan puasa, justru uang belanja kian membengkak. Apa boleh buat, toh hidup harus terus dijalani.

Dan sebagai bangsa yang kenyang oleh beragam persoalan, selalu saja, dalam tiap ketegangan, kita menemukan sesuatu yang bisa membuat kendur suasana.

"Kom, lo pengen tahu enggak, status-status lucu temen-temen Abang di Facebook soal BBM?"
"Mau Bang, mau, biar Kokom enggak stres."

Juha pun mengeluarkan Blackberry (BB) dari kantong celana kolornya.
"Nih Abang buka ya," Juha membuka wall FB seorang rekan bernama Arief Joko Wi IX yang menulis begini:
Kita tak jadi mudik
pulang bersama-samamu-dik
jika BBM nanti jadi naik
mungkin kita rada-rada paceklik
karena harga-harga yakin pada naik.

"Hihihi.. rada lucu, tapi lumayan pahit juga ya Bang kesannya."

Lantas Juha pun membuka status milik Daniel Supriyono yang menulis begini: "Ngapain pada demo-demo menolak kenaikan BBM? Kan sekarang sdh ada Whatssap."

"Hehehe... bisa aja ntu Bang Daniel. Kocak dia. Jangan-jangan karena dia emang nggak punya BB ya Bang?"

Oleh ketawa Kokom yang keras, sepasang merpati yang semula bertengger di genteng rumah tetangga depan rumah pun langsung terbang.

"Tuh, gara-gara ketawa Kokom yang kelewat keras merpati itu jadi terbang."
"Biarin. Abis Kokom keki, dari tadi mereka ngeliatin kita terus."

Mereka memang sempat tertawa bersama, tapi tak lama. Sebab ternyata, naiknya harga-harga itu telah menjadi ancaman yang mengerikan bagi orang-orang yang cuma dihibur oleh bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp 150.000. Huah! Sebuah tipu daya macam apa lagi ini, menggantikan hidup yang tekor hanya dengan uang Rp 150.000.

"Terus penyebab lain datangnya uban apa tadi, Bang?"

Ah, untunglah Kokom mengejutkan lamunan Juha yang mulai mengembara ke mana-mana.

"Eh, apa Kom?"
"Tuh kan Abang ngelamun padahal Kokom ada di deket Abang. Kokom nanya, penyebab lainnya tumbuhnya uban itu apa lagi?"
"Banyak ngetik di depan komputer, faktor keturunan, stres."
"Abang suka stres juga?"
"Mana ada orang yang kerja di Jakarta enggak stres, Kom? Jalanan macet, belum lagi sopir metromini yang ugal-ugalan di jalan. Belum lagi kalau baca berita yang menulis pernyataan para petinggi yang mirip dagelan. Belum lagi kalau pas mikirin kamu, Kom...."

Kokom yang semula mendengar perkataan Juha sambil mengelus-elus rambut suaminya itu langsung kaget.

"Kokom bikin stres Abang?"
"Iya."

Wajah Kokom menegang. Ia tampak serius benar.

"Katakan dengan jujur, Bang. Apa yang membuat Abang stres. Kelakuan Kokom, pelayanan Kokom, katakan terus terang, Bang."
"Sabar, Kom. Sabar."
"Kagak bisa. Kokom baru tahu, selama ini Abang menyimpan rahasia sama Kokom."
"Rahasia apaan?"
"Nah itu, Abang bilang stres gara-gara mikirin Kokom."
"Abang stres kalau uban di kepala Abang makin banyak, Kokom kagak sayang lagi sama Abang."
"Huh!" Kokom masih ngambek.
"Kalau rambut Abang sudah memutih semua, jangan-jangan Kokom berpaling ke lelaki lain yang lebih mudaan dan belum beruban."
"Ngaco!"
"Katanya lelaki beruban itu seksi ya Kom?"
"Ge-er lo."
"Aduh!" teriak Juha. Sekali sentak lima helai rambut sekaligus tercerabut dari kepala Juha.

"Biar mudaan dikit, hehehe." Kokom berlari ke dalam rumah sambil meniup hela-helai rambut dari genggaman tangannya.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

    Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

    Megapolitan
    Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

    Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

    Megapolitan
    Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

    Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

    Megapolitan
    Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

    Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

    Megapolitan
    Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

    Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

    Megapolitan
    Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

    Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

    Megapolitan
    Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

    Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

    Megapolitan
    Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

    Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

    Megapolitan
    Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

    Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

    Megapolitan
    Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

    Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

    Megapolitan
    Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

    Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

    Megapolitan
    Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

    Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

    Megapolitan
    Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

    Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

    Megapolitan
    Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

    Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

    Megapolitan
    Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

    Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

    Megapolitan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com