Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Tradisi Kekerasan, Ini Penyebab Lain Tawuran Pelajar

Kompas.com - 11/10/2013, 18:40 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com —Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, tawuran antarpelajar di Jakarta bukan hanya disebabkan oleh tradisi kekerasan yang diwariskan oleh pelajar angkatan sebelumnya. Tawuran juga dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk dan tata ruang kota.

"Bagaimana penduduk Jakarta bertambah drastis dari tahun ke tahun, berarti pertambahan jumlah siswa dan pertambahan energi yang siap melakukan kekerasan antarsekolah," kata Devie saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2013).

Ia menambahkan, kesamaan jalur transportasi antarsekolah juga dapat memicu kultur permusuhan antarsekolah. Kasus paling sering terjadi dari permusuhan dua sekolah berdekatan adalah pelemparan bus yang dilakukan para pelajar suatu sekolah terhadap pelajar lain.

"Pertikaian biasanya terjadi pada sekolah yang berada pada jalur bus yang sama, yang artinya lokasinya berdekatan," ujarnya.

Menurut Devie, tradisi kekerasan yang diwariskan menjadi penyebab utama terjadinya tawuran. Perselisihan bisa bertahan puluhan tahun karena terwariskan kepada murid-murid baru atau generasi selanjutnya.

"Dengan pewarisan sense of identity, seseorang siswa baru akan menjadi siswa dari sekolah itu yang utuh apabila mereka menyerang murid sekolah lainnya," ujar Devie.

Devie menyebutkan, adakalanya alumni sebuah sekolah membanggakan bagaimana sekolah mereka dulu berani menyerang sekolah-sekolah lain. Secara tidak langsung, hal itu menegaskan bahwa sekolah mereka disegani karena ketangguhan fisiknya.

"Hal itu tentu memperlihatkan betapa kekerasan telah menjadi cara membuktikan diri dan identitas," katanya.

Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta mencatat bahwa pada 2009, sebanyak 0,08 persen atau 1.318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP, dan SMA di DKI Jakarta terlibat tawuran. Angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Untuk diketahui, dalam peristiwa penyiraman air keras di sebuah bus PPD 213 jurusan Kampung Melayu-Grogol, Jumat (4/10/2013) beberapa waktu lalu, pelaku penyiraman berinisial RN alias Tompel (18) yang merupakan pelajar SMA I Budi Utomo Jakarta mengaku dendam kepada pelajar SMK Karya Guna. Bagi pelajar SMK Budi Utomo, pelajar SMK Karya Guna adalah musuh. Begitu pula sebaliknya.

Terlebih lagi, kurang lebih setahun yang lalu, Tompel pernah menjadi korban penyiraman air keras yang diduga dilakukan pelajar SMK Karya Guna di kawasan Kelor, Matraman. Alasannya menyerang penumpang yang ada di bus PPD 213 ialah karena bus tersebut adalah bus yang sering ditumpangi oleh siswa SMK Karya Guna.

Kekerasan pelajar berlatar belakang kebencian antarsekolah juga pernah terjadi di Jakarta, September tahun 2012 yang lalu. Saat itu, seorang pelajar SMA 70 berinisial FR alias Doyok menikam seorang pelajar SMA 6 bernama Alawy Yusianto Putra dengan arit dalam sebuah tawuran di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan.

Alawy tewas dan Doyok saat ini menjalani hukuman penjara selama 7 tahun usai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Mei 2013 yang lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com