"Saya rasa 700 PKL cukup tertampung harusnya. Mereka itu jangan dibuang," ujar Nirwana saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/11/2013).
Nirwana menjelaskan, kawasan bersejarah Kota Tua itu memiliki luas 518 hektar dengan 300 gedung yang akan direvitalisasi. Asalkan para PKL disebar secara merata, diatur jam berjualan mulai pagi hingga malam hari, serta barang yang dijual dipetakan, Nirwono yakin jika seluruh PKL itu bisa tertampung seluruhnya.
"Misalnya, dibagi jualan jadi tiga shift. Satu shift 100, berarti ada 300 tiga shift. Itu satu lokasi saja. Kalau tiga atau empat lokasi, gimana? Pasti mereka bisa tertampung semua," ujarnya.
Nirwana mengatakan, jumlah PKL bukanlah masalah sebenarnya. Menurutnya, yang paling nyata dihadapi adalah bagaimana agar keberadaan PKL itu dapat mendongkrak nilai kawasan Kota Tua, misalnya dalam menjual barang yang mendukung aktivitas wisata.
"Contoh, makanan dan minuman diperlukan bagi pengunjung, suvenir khas Kota Tua, kaus-kaus, dan sebagainya. Harus ada yang berbeda antara Kota Tua dan kawasan sejarah lainnya," ujarnya.
Selain menambah nilai lebih suatu kawasan wisata, dengan PKL menjual beragam barang kreativitas khas, itu akan mendongkrak ekonomi kreatif usaha kecil menengah di DKI Jakarta.
Nirwana menjelaskan, Pemprov DKI sering kali bermasalah dengan data PKL. Banyak kejadian data yang dipegang tidak sesuai dengan data yang dimiliki asosiasi PKL. Oleh sebab itu, pendataan PKL secara menyeluruh dan akurat sangat penting untuk dilakukan. Jika tidak, Nirwana yakin konfilk PKL dengan Pemprov Jakarta akan terus menerus terjadi tanpa ada solusi yang konkret.