Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya Tampung 280 PKL di Kota Tua, Jokowi Pasti Diprotes

Kompas.com - 08/11/2013, 08:29 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Revitalisasi kawasan Kota Tua di Jakarta Barat hingga Jakarta Utara yang sesuai rencana dimulai pada tahun 2014 mendatang oleh Pemprov DKI, BUMN, dan pihak swasta dipastikan mendapat protes keras dari para pedagang kaki lima (PKL) kawasan tersebut. Sebab, revitalisasi kawasan seluas 518 hektar itu diketahui hanya mengakomodasi 280 PKL.

Woerjantari Soedarsono, konsultan arsitek ITB, pihak yang merancang revitalisasi kawasan itu, mengungkapkan bahwa sebanyak 280 PKL tersebut berdasarkan data dari kelurahan setempat. Pihaknya pun tidak berwenang untuk mendata sendiri. Data tersebut dijadikan dasar untuk menerapkan strategi penataan PKL kawasan itu.

"Jumlah 280 PKL itu berdasarkan paparan lurah. Mungkin itu yang diwadahi saja dan jumlahnya memang kita batasi," ujarnya saat paparan revitalisasi di Balaikota pada Kamis (7/11/2013).

Sebanyak 280 PKL itu, lanjut Woerjantari, akan diatur sedemikian rupa, baik untuk penempatan maupun waktu berjualannya. Hal tersebut dilakukan agar keberadaan PKL tidak mengganggu pengunjung dan menjadi nilai tambah, bahkan menjadi faktor penting kawasan.

Ia tidak mempermasalahkan jika jumlah itu dianggap sedikit jika dibandingkan dengan luas kawasan Kota Tua yang akan ditata. "Indikator sebuah kota disukai adalah PKL-nya. Maka dari itu, PKL yang ada kita atur, jenis apa, jenis kiosnya gimana, buka di mana, jam berapa saja, ada berapa titik yang akan kita bangun," tuturnya.

Protes keras

Rudi, salah satu PKL Kota Tua, protes jika jumlah PKL yang ditampung di kawasan bersejarah tersebut hanya 280 pedagang. Menurutnya, Jokowi tidak menepati janjinya untuk mengakomodasi PKL di DKI. Pasalnya, data asosiasi PKL Kota Tua menunjukkan, ada 700 PKL yang berjualan di kawasan itu. Namun, hanya 280 pedagang yang ditampung.

"Kenapa mesti dibatasi. Kan wilayah ini (Kota Tua) luas. Kan bisa ditempatin di mana saja. Kalau 280, pasti kita protes," ujarnya.

Salmah, PKL Kota Tua lainnya, mencurigai ada permainan data di tingkat kelurahan hingga ke Wali Kota. Ia menduga mereka memanipulasi jumlah PKL yang disampaikan kepada Gubernur. Pasalnya, menurut Salmah, Jokowi pernah mengatakan bahwa jangan-jangan PKL yang belum tertampung adalah PKL yang baru berjualan.

"Silakan cek, mana yang PKL lama, mana yang baru. Justru yang PKL baru, yang 280. Emang itu maenannya Wali Kota," ujarnya.

Kompas.com belum bisa mengonfirmasi tudingan tersebut kepada Pelaksana Tugas Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah DKI Andi Baso ataupun Wali Kota Jakarta Barat Fatahillah. Dua pejabat itu diketahui tak menjawab panggilan melalui ponsel.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Arie Budiman menganggap, situasi ini dimanfaatkan oleh PKL demi meraup untung. "Ya begitulah 'kultur' mereka. Kalau yang terdata 280 saja, maka ketika akan ditata muncul jadi 760 PKL jumlahnya," ujar Arie.

Anggota Komisi A DPRD DKI Fraksi PDI Perjuangan, William Yani, mempertanyakan kebijakan Jokowi, mengapa di lahan seluas itu, hanya 280 PKL yang tertampung. Padahal, PKL adalah salah satu potensi wisata yang berbasis langsung di ekonomi rakyat. William yakin jika data asosiasi PKL menyebut jumlah 700 dan itu hanya mengakomodasi kurang dari setengahnya, maka perlawanan akan terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com