Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungli dan Lemahnya Pelayanan Polisi

Kompas.com - 08/01/2014, 12:14 WIB
Sandro Gatra

Penulis


BEKASI, KOMPAS.com- Kepala Polri sudah berubah, tahun juga sudah berganti. Namun, jiwa ingin dilayani hingga praktik pungli masih saja dilakukan para anggota Kepolisian. Kondisi itu kerap dikeluhkan masyarakat sehingga citra Polri tak kunjung membaik.

Seperti pengalaman Kompas.com ketika hendak mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang hilang. Ketika mengurus surat kehilangan di Polsek Pasar Rebo, Jakarta Timur, polisi yang bertugas di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) meminta bayaran sebesar Rp 20.000.

Mengurus surat kehilangan motor juga diperlakukan sama. Jadi, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Di Samsat Kota Bekasi, Jawa Barat, meski pungutan liar sudah berkurang, namun tetap saja banyak keluhan dalam pelayanan. Misalnya ketika mengurus STNK yang hilang. Pemilik kendaraan mesti terlebih dulu melakukan cek fisik kendaraan. Di sini, setiap orang mesti menarik nafas panjang agar tetap tenang.

Petugas terlihat tidak sigap melayani. Mereka lebih banyak menunggu diminta pemilik kendaraan untuk mencatat nomor rangka dan nomor mesin. Padahal, para petugas melihat banyak antrean kendaraan yang ingin melakukan cek fisik.

Khusus motor, pemilik harus siap-siap peralatan untuk membuka bodi motor. Khusus motor yang nomor rangkanya terhalang bodi, petugas enggan membuka bodi. "Motornya distandar dua. Buka ini, buka ini, sama ini," kata petugas kepada pemilik sepeda motor sambil menunjuk baut-baut yang mesti dibuka.

Kemalasan petugas tersebut tentu menjadi masalah bagi pemilik motor yang tak mengerti membuka bodi seperti kalangan perempuan. Tak peduli, petugas baru akan mencatat nomor ketika bodi sudah terbuka.

Sudah begitu, meski tak meminta, para petugas di uji fisik menerima pemberian uang. Besaran uang tak ditetapkan alias seiklasnya. Rata-rata petugas diberi Rp 10.000 sekali mencatat nomor rangka dan mesin.

Masalahnya tak hanya itu. Birokrasi yang rumit menjadi masalah utama. Mengurus sesuatu di Samsat Kota Bekasi mesti melewati banyak loket.

Orang yang belum punya pengalaman mesti banyak bertanya lantaran papan prosedur menggunakan istilah yang sulit dipahami orang awam. Tak jarang, lantaran tak fokus mendengar pertanyaan, petugas salah memberi informasi.

Untuk mengurus STNK yang hilang, pertama mesti mengambil formulir di loket formulir di dekat pintu masuk, lalu cek fisik di belakang gedung, kemudian ke loket tanpa nama di lantai 3. Setelah itu, kembali ke lantai 1 untuk mengurus berita acara STNK hilang di ruang TU Polri, lalu menuju loket pendaftaran BBN II/Balik Nama R2 di lantai 2.

Proses selanjutnya tak bisa dilakukan hari itu. Setelah melewati 30 jam, pengurus kembali lagi ke loket yang sama. Setelah itu, menuju loket pembayaran PKB di lantai 2 dan terakhir loket pengambilan STNK di lantai 1.

Proses di seluruh loket itu tidak ada nomor antrean. Jadi, Anda yang datang lebih dulu tak dijamin selesai duluan. Mesin nomor antrean hanya dipajang di depan loket lantaran rusak. Imbasnya, banyak orang yang kesal.

"Saya lebih dulu dari dia. Kok saya belum dipanggil?" kata seorang ibu kepada petugas loket pembayaran.

Komitmen Kapolri ditagih

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar mempertanyakan kinerja Jenderal (Pol) Sutarman pascadilantik menjadi Kapolri. Ia menagih komitmen Sutarman ketika fit and proper test di Komisi III DPR bahwa ingin membenahi Polri sehingga citra institusi pimpinannya menjadi lebih baik.

"Jangan hanya ucapan saja, harus ada tindakan ke dalam. Perbaiki kelembagaan Polri. Kalau hanya ucapan, yah seperti sekarang ini," kata Bambang ketika dihubungi.

Bambang menyarankan, Sutarman mengecek langsung bagaimana kondisi pelayanan di institusi Polri, seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ketika mengecek pelayanan di kelurahan hingga kantor wali kota. Jika hanya menerima laporan, Sutarman tak akan tahu masih ada anggotanya yang belum berubah.

Kapolri harus turun ke bawah, diam-diam, blusukan kayak Jokowi. Tapi jangan hanya di Jakarta, di daerah lain juga. Cek penyimpangan yang banyak sekali. Penyimpangan sekecil apapun harus ditindak. Itu enggak sulit kok, kata mantan perwira menengah Polri itu.

Bambang mengaku heran mengapa birokrasi pelayanan di Polri, terutama di Samsat, belum juga dibenahi. Padahal, sudah terungkap kasus korupsi di Korps Lalu Lintas Polri yang melibatkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Para pejabat Polri, kata dia, mesti memangkas prosedur yang rumit dan panjang dalam setiap pelayanannya. Prosedur yang berbelit-belit dan lama membuat sebagian masyarakat memilih menggunakan calo. Untuk diketahui, para calo juga berkeliaran di sekitar Samsat Kota Bekasi.

"Harus dipangkas birokrasi. Jangan beri kesempatan para anggota untuk lakukan penyimpangan dengan kewenangannya," ucapnya.

Bambang juga menekankan kepada setiap anggota Kepolisian untuk bersikap melayani masyarakat. Pelayanan yang baik dipastikan akan menimbulkan simpati publik. Sebaliknya, mempersulit atau bahkan menambah beban masyarakat yang sedang kesusahan, kata dia, bakal menyakiti hati masyarakat. "Polisi jangan sebagai penguasa," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com