Senada dengan pendapat Hasanudin, peneliti Departemen Teknik Geodesi ITB, Heri Andreas, mendesak agar faktor penyebab banjir, khususnya penurunan muka tanah, segera diatasi. Menurut Heri, pemerintah, baik pusat maupun Pemprov DKI, perlu bekerja keras mencari terobosan baru.
Penurunan muka tanah disebabkan proses alamiah di lapisan tanah muda, pengambilan air tanah dangkal dan dalam, pembebanan bangunan, serta faktor tektonis.
Sementara faktor yang paling dominan menyebabkan penurunan muka tanah di Jakarta adalah pengambilan air tanah yang masif dan beban bangunan. Solusi yang perlu diambil adalah menghentikan penyedotan air yang tak terkendali. Caranya dengan mencukupi pasokan air baku ke warga dan sektor usaha. Dengan cara itu, kata Heri, pengambilan air tanah dapat dikendalikan.
Upaya mengembalikan air tanah yang disedot ke tanah belum banyak dilakukan. Pada 2013, DKI membuat 1.507 sumur resapan di sejumlah titik. Diperkirakan, sumur ini dapat memasukkan air 52.977 meter kubik per hari. Volume ini jauh lebih kecil daripada volume air yang disedot warga dan sektor usaha, yaitu 602.739 meter kubik per hari, sebagaimana data yang dirilis Indonesia Water Institute.
"Semua solusi terkait banjir di Jakarta perlu waktu, tidak bisa seketika itu juga selesai," kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menanggapi desakan itu.
Penanganan struktural
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum, penanganan banjir Jakarta dilakukan dengan penanganan struktural di bagian hilir dan hulu serta nonstruktural. Semua proyek dilaksanakan pada 2012 hingga 2017.
Di bagian hilir, dilakukan peningkatan kapasitas Kanal Barat dan Kanal Timur; normalisasi Kali Pesanggrahan, Angke, Sunter, Ciliwung, Krukut, dan Cipinang; serta pengerukan Cengkareng Drain, Sunter hilir, dan muara Kanal Barat.
Normalisasi Ciliwung yang ditargetkan selesai pada 2014 meliputi Pintu Air Manggarai dan Karet serta di Kali Ciliwung Lama. Sementara di sepanjang Pintu Air Manggarai-Jembatan Casablanca baru akan dimulai tahun depan dan Jembatan Casablanca-Jembatan TB Simatupang dimulai 2016.
Revitalisasi 182 situ di Jabodetabek dan penanganan nonstruktural, yaitu sistem peringatan dini, terus berjalan hingga ditargetkan selesai dalam tiga tahun ke depan.
Ahli hidrologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali, yang dihubungi terpisah, semalam, menyesalkan pembangunan sheet pile atau tiang-tiang tanggul yang serampangan dan jauh dari memenuhi syarat di Jakarta.
"Memang belum ada ketentuan baku mengenai panjang tiang sheet pile. Namun, seharusnya dinas atau Kementerian PU (Pekerjaan Umum) sudah menghitung arus dan volume air, sedimentasi, tekanan, serta daya dukung tanah sebelum menentukan berapa panjang total sheet pile, berapa panjang yang di bawah tanah, dan berapa panjang di atas permukaan tanah," tutur Firdaus. (MDN/WIN/NDY/NEL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.