Kasus terakhir yang mencolok adalah sejumlah bus rusak. Sekitar setahun terakhir, PT Jakarta Mega Trans (JMT) kesulitan mengoperasikan lebih dari 27 bus gandeng dan puluhan bus tunggal yang dikelolanya. Akibatnya, layanan bus transjakarta di Koridor IV Kampung Melayu-Ancol dan Koridor VII Kampung Melayu-Kampung Rambutan selalu bermasalah.
”Penyebabnya, kami kekurangan 7-8 sopir per hari. Kebutuhan sopir untuk satushift terganggu,” kata Jun Tambunan dari PT JMT, Minggu (16/2).
Selama 2013 hingga awal 2014 ini, PT JMT kehilangan lebih dari 60 sopir. Sopir itu, selain direkrut operator lain, juga direkrut Unit Pengelola Transjakarta sendiri yang kini turut mengoperasikan sejumlah bus transjakarta. Para sopir pindah karena tawaran gaji 3,5 kali upah minimum provinsi di tempat baru.
Eksodus sopir ini turut dialami konsorsium operator bus transjakarta lainnya, seperti PT Jakarta Trans Metropolitan dan PT Trans Batavia (PT TB).
”Kami ini memang menggaji sopir setara UMP karena sesuai kontrak kerja dengan UP Transjakarta,” kata Jun.
Konsorsium ini berdiri sekitar 2004 dan terdiri atas beberapa perusahaan angkutan umum yang bersedia menjadi operator bus transjakarta. Awalnya, masing-masing perusahaan angkutan itu mengoperasikan bus umum di rute yang bersinggungan lebih dari 50 persen dengan rute transjakarta. Agar rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan reformasi pelayanan transportasi publik terlaksana, perusahaan angkutan umum mau berubah dan bergabung dalam konsorsium.
Tahun 2013, mereka yang tergabung di konsorsium dikejutkan dengan adanya Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 173 Tahun 2010 tentang Prosedur Penetapan Operator Bus Transjakarta Busway. Berdasarkan aturan itu, setelah habis masa kontrak tujuh tahun, konsorsium yang sudah ada harus mengikuti lelang tender jika mau menjadi operator lagi.
Baru pada 25 September 2013, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjanjikan akan ada revisi Pergub 173/2010. Dengan revisi itu, konsorsium itu tetap menjadi operator bus transjakarta. Sesuai aturan baru tersebut, operator wajib meremajakan bus dan membenahi sistem penggajian sopir.
Namun, sampai sekarang revisi pergub itu belum ada. Padahal, tahun depan kontrak PT JMT dan PT TB berakhir.
Berbenah dan dialogKepala Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia Ellen SW Tangkudung mengatakan, perlu dicari format yang jelas dan baku sehingga aturan tidak berubah sewaktu-waktu.
”Jika tidak, ini akan menggerus transjakarta sendiri, jadi sulit berkembang, bahkan ketika nanti jadi PT,” kata Ellen.
Iskandar Abubakar dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) meminta dipertimbangkan lagi perlu tidaknya PT Transjakarta menjadi operator.
Setahun terakhir memang UP Transjakarta bersama dinas perhubungan mengadakan armada bus dan menjadi operator.
Langkah ini dilatarbelakangi fakta banyak bus milik operator telah tua dan rusak. Akhirnya, Gubernur DKI Jakarta semasa dijabat Fauzi Bowo hingga Joko Widodo berinisiatif memperbanyak transjakarta. Bus milik UP Transjakarta beroperasi sebagai pengisi kekurangan unit bus, seperti di Koridor II Pulo Gadung-Harmoni dan Koridor III Kalideres-Harmoni.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta M Akbar mengaku sudah mendengar tentang eksodus sopir. Namun, ia belum tahu soal revisi Pergub No 173/2010.
”Soal pergub, akan saya tanyakan lagi. Eksodus sopir seharusnya tidak seperti itu. Perlahan akan dibenahi. Saya mulai bicarakan ini dengan semua pihak terkait,” kata Akbar.
Akbar menambahkan, sebagai kepala dishub yang baru beberapa hari menjabat, masih banyak hal yang harus ia pelajari dan kawal. Selama pengalihan menjadi PT, banyak perubahan terjadi. Perubahan itu dari pengalihan aset hingga mempersiapkan karyawan agar sukses berproses jadi karyawan berkultur BUMD yang murni bisnis. ”Juga perubahan status kontrak-kontrak dengan pihak ketiga,” katanya.
Mantan Kepala Badan Layanan Usaha Transjakarta ini menegaskan akan berupaya agar ada dialog setara di antara direksi komisaris PT dan operator untuk menentukan nasib operator bus transjakarta di era PT Transjakarta nanti.
Selain itu, ada pekerjaan rumah yang menunggu, yaitu penyelesaian kasus bus baru yang rusak. ”Kami tunduk pada proses hukum yang berlaku. Namun, jika hasil investigasi Inspektorat DKI dan dari internal kami menyatakan memang ada sebagian bus yang layak operasi, tetap akan dioperasikan dulu,” kata Akbar.
Kebijakan ini diambil karena salah satu problem besar transportasi publik di Jakarta adalah kekurangan bus laik pakai. Untuk itu, kasus bus baru rusak tidak akan menghentikan pengadaan ribuan bus baru tahun ini.
Akbar berjanji konsisten menata angkutan reguler dengan tetap merealisasikan program bus kota terintegrasi bus transjakarta (BKTB). Ia menjamin BKTB dan angkutan reguler berbeda pangsa pasarnya. Seperti di Kampung Melayu-Ancol, transjakarta dan mikrolet hidup. Mereka yang bermobilitas jarak dekat bisa memakai mikrolet, sedangkan jarak jauh efektif pakai transjakarta.
Akbar menekankan, transjakarta kini dan nanti dirancang jadi salah satu moda angkutan massal yang menjadi tulang punggung sistem transportasi publik di Jakarta. Keberadaan transjakarta harus kokoh dan sistemnya tertata serta didukung layanan terintegrasi dari angkutan pengumpan, baik BKTB, APTB, maupun angkutan reguler. (NELI TRIANA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.