”Ini, tuh, demo sebenarnya soal apa, sih? Kan, Jokowi sudah resmi jadi presiden, kok, masih demo saja Prabowo? Emang Jokowi belum resmi presiden?” ucap pemuda bernama Heru tersebut.
Heru tidak peduli dengan tujuan unjuk rasa itu. Bagi dia, yang terpenting memperoleh amplop berisi uang Rp 200.000 sebagai imbal ikut unjuk rasa.
Ketika sidang perdana dari perkara perselisihan hasil pemilu presiden yang diajukan Prabowo-Hatta belum juga usai dan orasi pimpinan pengunjuk rasa di depan Gedung MK masih keras terdengar, Bopak dan rekan-rekannya sudah memilih meninggalkan lokasi unjuk rasa.
Namun, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Andre Rosiade, membantah hal itu. Menurut dia, adanya tuduhan pengunjuk rasa yang dibayar merupakan upaya mengerdilkan gerakan moral yang sedang dilakukan pendukung pasangan Prabowo-Hatta.
”Bisa dilihat di lapangan. Penampilan pengunjuk rasa itu bukan penampilan pengunjuk rasa bayaran. Selain itu, mereka militan, mau berunjuk rasa dari pagi sampai sore hari. Mereka juga mau berunjuk rasa di MK, lalu ikut unjuk rasa di DPR, padahal kedua tempat itu berjauhan. Kalau mereka bayaran, mereka tidak akan mau melakukan semua itu,” tutur dia.
Menurut dia, relawan Prabowo-Hatta dan kader partai-partai Koalisi Merah Putih akan tetap berunjuk rasa selama persidangan di MK. ”Ini bentuk komitmen kami untuk mengawal MK agar MK bisa memutuskan seadil-adilnya atas kecurangan selama pilpres,” lanjut Andre.
Sukarela
Meski demikian, tidak semua peserta demo dijanjikan bayaran. Yogi Matsuni, penyandang tunanetra yang datang dari rumahnya di Cililitan, Jakarta Timur, misalnya, sukarela mendukung Prabowo-Hatta. Ia akan bergabung dengan Komunitas Difabel yang berjanji bertemu di depan Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Yogi yang sehari-hari bekerja sebagai guru komputer dan tukang urut ini mengatakan, ia selalu mengikuti perkembangan politik lewat media. Ia paling sering dapat informasi dari Facebook dan televisi. ”Sekarang ada aplikasi di komputer dan Android untuk screen reader lalu otomatis diubah jadi kata-kata bicara,” ujar Yogi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.