Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawan Arus, Salah Kaprah yang Terpelihara

Kompas.com - 17/09/2014, 17:16 WIB

Sebab, tidak jarang dijumpai, pembatas jalur atau jalan sengaja dirusak untuk memudahkan arus kendaraan berputar balik. ”Polisi tak mungkin membangun pembatas jalan. Yang bisa dilakukan adalah memberi traffic cone (pembatas jalur) untuk menutupnya. Namun, ada saja yang memindahkan atau menjatuhkannya,” katanya.

Saatnya desain jalan dikaji ulang karena banyak yang tidak tepat. Rikwanto mencontohkan, di Jakarta kini putaran arah sering tidak mempertimbangkan posisi dan arus kendaraan dari jalan kecil atau gang yang langsung bermuara ke jalan raya.

Tegakkan hukum

Menurut Danang, meskipun sulit, pelanggaran aturan tidak bisa ditoleransi. Hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut. DKI, misalnya, diminta fokus menertibkan parkir liar serta membersihkan trotoar dan badan jalan dari segala macam aktivitas. Dengan demikian, kapasitas jalan dapat dimaksimalkan. Di sisi lain, pemerintah harus menata setiap ruas jalan sehingga ada ruas khusus bagi pesepeda motor.

Dalam konteks peningkatan peran angkutan umum, akan lebih baik jika di sekitar halte bus transjakarta dan stasiun disediakan fasilitas parkir yang memadai. ”Sejak tahun 2011, MTI meminta DKI merestrukturisasi trayek dan memodernisasi angkutan reguler, seperti mikrolet, metromini, hingga bus besar. Program ini perlu diiringi dengan perbaikan sistem kontrak antara pemerintah dan operator angkutan umum,” tuturnya.

Di sisi lain, kata Danang, MTI menyadari personel polisi amat terbatas, sementara pelanggaran lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya terjadi di semua wilayah. Namun, persoalan ini bisa disiasati jika penegakan hukum diterapkan dari hulu. Salah satunya, memperketat penerbitan surat izin mengemudi (SIM).

”Selanjutnya, kenapa tidak memasang jaringan CCTV dan polisi tinggal memonitor nomor polisi pelanggar. Mereka yang tertangkap kamera bisa diproses hukum secepatnya. E-enforcement seperti ini layak diterapkan tanpa pandang bulu dan pasti lebih efektif,” ujarnya.

(MADINA NUSRAT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com