Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Rusun Tak Berjalan Mulus, Ini Masukan untuk Jokowi-Ahok

Kompas.com - 15/10/2014, 15:19 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Baru pada era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, rumah susun atau rusun gencar diperuntukkan bagi rakyat kecil.

Rusun menjadi penting karena kerap bersinggungan pada program keduanya. Sayangnya, sederet masalah, baik yang diturunkan dari masa "lampau" maupun sampai dua tahun keduanya memerintah, masih belum teratasi.

Menurut pengamat sekaligus akademisi dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, banyak hal yang mesti dibenahi untuk persoalan rusun. Pertama, mengenai manajemen pengelolaan.

Pengelolaan rusun dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI, kata dia, perlu dievaluasi. Bahkan, Nirwono juga menyarankan agar Dinas Perumahan tidak lagi berperan mengelola rusun.

"Mengelola rusun bisa melalui profesional, seperti yang terbiasa mengelola apartemen atau pihak ketiga, untuk ditunjuk mengambil manajemen di rusun supaya manajemennya bagus," kata Nirwono, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/10/2014).

Dia melanjutkan, selama ini, pengelolaan rusun dari Dinas Perumahan belum berjalan baik. Sebab, lanjutnya, pengelolaan terkendala beberapa persoalan seperti masalah mental dari pengelola, misalnya untuk kasus jual beli rusun, penghuni yang tak tepat sasaran, dan lainnya.

"Banyak rusun di lapangan tidak tepat sasaran. Kita orang awam saja bisa menangkap bagaimana di rusun itu diparkir mobil mewah. Itu sudah pasti penghuninya tidak tepat sasaran," ujarnya.

Pengelola di lapangan, lanjutnya, belum menjalankan tugas dengan baik, seperti yang diinginkan Jokowi-Ahok dalam hal manajemen pengelolaan rusun sehingga hal di atas tidak terjadi.

"Yang saya lihat semangat pengelola di lapangannya belum sama seperti semangat Pak Jokowi-Ahok," ujar Nirwono.

Rekayasa sosial

Nirwono menilai, selama ini Pemprov DKI tidak memperhatikan masalah sosial pasca-penempatan warga di rusun. Padahal, dia menganggap perlu dilakukan rekayasa sosial agar warga relokasi terbiasa dengan lingkungan baru mereka.

"Satu 'PR' yang tidak dikerjakan, rekayasa sosial. Warga jadi obyek, dari biasa tinggal horizontal langsung pindah ke hunian vertikal. Saya tidak melihat ada upaya pemerintah dalam transformasi tadi," ujarnya.

Itu, kata dia, merupakan persoalan penting. Kasus ini pernah terjadi di Amerika Serikat, di kota Chicago, pada 1980-an, ketika pemerintah setempat merelokasi warga ke model rumah susun. Namun, karena tidak dibekali rekayasa sosial, situasi menjadi tidak tertib.

"Akhirnya memutuskan untuk menghancurkan rumah susun karena jadi kumuh dan sarang kriminal. Jadi, kalau tidak dilakukan rekayasa sosial, tiga tahun rusun akan jadi kampung kumuh raksasa," ujar Nirwono.

Pemetaan relokasi

Nirwono melanjutkan, selain beberapa persoalan itu, Pemprov DKI juga perlu memetakan sebaran kawasan penduduk yang perlu direlokasi agar, lanjutnya, pemerintah tahu berapa lama dan banyak rusun mesti disiapkan.

"Nanti akan ketahuan kan, berapa warga yang akan dipindahkan. Setiap tahun, tahu berapa banyak rusun yang mesti dibangun," ujar Nirwono.

Selain itu, dengan pemetaan tadi, Pemprov DKI juga dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah yang bersinggungan langsung dengan Ibu Kota, seperti Depo, Tangerang, Bekasi, atau Bogor, untuk membuat rusun.

"Misalnya, tolong Depok sediakan lahannya. Nanti infrastrukturnya dari DKI. Jadi, yang prioritas yang tinggal di rusun di Jakarta itu yang ber-KTP DKI, yang tidak, tersebar di Jabodetabek," ujarnya.

Belakangan banyak kebakaran yang terjadi di permukiman kumuh atau padat di lahan pemerintah. Dia berharap pemerintah segera mengambil alih dan memindahkan warga ke rusun agar lahan tersebut dapat digunakan untuk program pemerintah.

Dia menambahkan, tak hanya untuk Basuki Tjahaja Purnama yang akan memimpin Ibu Kota, imbauan ini juga diharapkan diterapkan oleh Jokowi yang sebentar lagi resmi dilantik sebagai presiden. Kota-kota lain di daerah yang tengah berkembang menjadi kota besar bisa belajar dari Jakarta.

"Ini juga terkait Pak Jokowi. Itu tipikal penyelesaian kota besar, seperti Medan, Makassar, dan Surabaya, sehingga Jakarta akan menjadi contoh bagi kota besar lainnya," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com