Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Banjarsari, Riwayatmu Kini…

Kompas.com - 14/11/2014, 08:18 WIB
Laila Rahmawati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ada yang menyebut kampung kecil di sudut selatan Jakarta itu sebagai "Kampung Firdaus". Suasananya asri, penuh dengan rimbun pohon dan aneka tanaman hijau. Ratusan tumbuhan obat juga ada di sana. Kampung itu begitu terkenal hingga mancanegara.

Pada tahun 1996, UNESCO, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, memilih kampung itu sebagai lokasi proyek percontohan pengelolaan limbah rumah tangga. Lembaga internasional itu juga memfasilitasi warga kampung untuk menularkan aktivitas ramah lingkungan ke masyarakat lain di kelurahan yang sama.

Menjelang sore, pada awal bulan November, saya melangkahkan kaki ke Banjarsari, demikian nama kampung itu. Suasana asri masih terasa ketika saya datang berkunjung ke kampung yang terletak di ujung persilangan Jalan Fatmawati dan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, itu.

Di sebuah lorong dengan papan nama Jalan Banjarsari II, rumah-rumah tampak berjajar rapi dengan sederet tanaman dalam pot yang terpajang di depannya. Tak jarang, pepohonan berkayu, seperti mangga dan jambu, menghiasi halaman depan beberapa rumah di lorong itu.

Pemandangan yang sama juga tersaji di Jalan Banjarsari lainnya, mulai dari Banjarsari I sampai XII. Bukan pemandangan yang aneh. Itulah Kampung Banjarsari. Sudah banyak cerita tertulis tentangnya, terutama tentang Harini, sang penggagas dan penggerak penghijauan di Banjarsari.

KOMPAS.COM/LAILA RAHMAWATI Bagian depan rumah Harini yang dijadikan sekretariat Kelompok Tani Dahlia dan Formapel, Jalan Banjarsari, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2014).

Harini

Harini Bambang Wahono adalah sosok di balik kampung asri ini. Sejak pindah ke kampung itu pada tahun 1986, dia mendorong dan menginspirasi warga di lingkungan tempat tinggalnya untuk membangun lingkungan yang hijau dan bersih.

Ia diganjar penghargaan Juara Nasional Konservasi Alam dan Penghijauan yang diselenggarakan Departemen Pertanian dan Kehutanan pada tahun 2000. Setahun kemudian, pada 2001, ia dianugerahi penghargaan Kalpataru dari Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sore itu, saya memencet bel di depan rumah Harini. Tanaman rambat menjadi pagar alami rumah yang terletak di ujung gang ini. Puluhan pot tertata rapi di sana. Dinding bagian luar rumah penuh dengan berbagai macam poster yang menyuarakan cinta lingkungan.

Awan kelabu menggantung di langit. Gerimis jatuh membasahi dedaunan. Pintu rumah yang terbuat dari rolling door plastik terbuka sebagian. Harini muncul dari balik dinding ruang tamu. Berjalan pelan, ia menghampiri saya di ambang pintu.

Harini tidak lagi muda. Ia lebih pantas disapa Eyang atau Mbah Uti. Pada 25 November tahun ini, ia akan berulang tahun ke-83. Namun, ia bukan kalangan wanita sepuh yang duduk diam di rumah. Aktivitasnya masih segudang. Perempuan bertubuh mungil yang kulitnya sudah keriput itu mengaku baru saja pulang dari kecamatan. Ia diminta bicara soal pemanasan global.

Perempuan dengan tujuh cucu ini juga masih aktif melakukan pembibitan dan pengomposan. Ia juga masih disibukkan dengan berbagai kegiatan mengajar. Ia mengaku, sejumlah perguruan tinggi, seperti Trisakti, Universitas Padjadjaran, dan Bina Nusantara, mengundangnya untuk mengajarkan kegiatan peduli lingkungan.

Kegiatan Harini berpusat pada Kelompok Tani Dahlia dan Formapel (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan). Rumah Harini menjadi Sekretariat Formapel. Selain menanam dan mengompos, dua kelompok itu juga mendaur ulang sampah. Di rumah Harini terlihat ratusan benda-benda hasil kerajinan tangan dari sampah plastik

"Saya belum puas," begitu ia menjawab perjuangannya selama 28 tahun menghijaukan Banjarsari.

"Sekarang bumi ini semakin panas. Kalau dulu, saya mungkin melakukan ini untuk kenyamanan hidup sendiri, tapi sekarang, kita harus melakukannya untuk mencegah panas bumi," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Megapolitan
Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Megapolitan
Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com