Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsono, Tukang Kue "Gila" yang Membersihkan Lautan Sampah di Muara Sunda Kelapa

Kompas.com - 24/11/2014, 10:58 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


Bisa jadi ini adalah aksi "gila". Sungguh mustahil membersihkan sampah yang menumpuk di sungai. Tukang kue ini tidak peduli. Dengan koceknya sendiri, ia membersihkan lautan sampah di muara Sunda Kelapa.


KOMPAS.com — Minggu pagi. Matahari belum tinggi. Sinarnya masih hangat menyapa bumi. Belasan remaja tampak berkubang di muara sungai yang airnya tampak keruh berwarna kelabu. Sungai itu terletak di belakang Pasar Ikan Penjaringan, Jakarta Utara, tak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa.

Dengan tangan kosong, mereka memunguti aneka sampah yang mengambang di muara sungai yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari bibir Laut Jawa. Mereka memasukkan sampah-sampah ke dalam karung di atas sebuah sampan. 

Aksi turun ke sungai memunguti sampah pada Minggu pagi itu berlangsung sekitar 2,5 jam. Tumpukan sampah yang mengambang di atas sungai terlihat berkurang, berpindah ke dalam dua karung penuh di atas sampan.

"Sampah-sampah ini nanti kita bawa ke posko. Di sana kita pilah-pilah. Ada yang kita jadikan kompos. Kalau ada yang masih bisa kita gunakan, kita pisahkan. Sisanya kita buang ke tempat penampungan sampah RW," kata Arsono, di tepi sungai, Minggu pagi itu.

Arsono, lelaki 35 tahun, adalah sosok di balik kegiatan ini. Sejumlah orang mengatakan, mustahil membersihkan lautan sampah di sungai. Namun, ia tak peduli.

Ia melakukannya sejak tahun 2011, setelah 10 tahun tinggal di sana dan menjadi bagian dari pelaku buang sampah sembarangan ke sungai.

Kebiasaan

Arsono tinggal di RT 01, RW 04, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, sejak 2001. Menjadikan sungai sebagai tempat sampah adalah kebiasaan turun-temurun warga di sana.

"Perilaku masyarakat di sini ya membuang sampah di kali. Jadi, saya pun terbawa dari budaya membuang sampah di kali. Saya termasuk pelaku pembuang sampah di kali juga," tutur Arsono.

Saat kali pertama tinggal di kampungnya ini, menurut dia, tempat sampah adalah barang langka. Tempat sampah terdekat berjarak 300 meter dari tempat tinggalnya, terletak di Pasar Ikan. Tempat-tempat sampah di tiap rumah tidak ada sama sekali.

"Kalaupun kita mau buang sampah, jauh. Perlu waktu, harus naik motor dulu, jauh. Lalu, kalau ke sungai kan tinggal lempar doang, beres, he-he-he," ujar dia sambil terkekeh.

Di muara sungai itu, aneka plastik, kertas, sampah makanan, kayu, dan berbagai barang yang tak jelas bentuknya menumpuk tak keruan. Muara sungai itu serupa tempat pembuangan akhir sampah. Air sungai sampai-sampai tak kelihatan tertutup oleh tumpukan sampah.

Bukan hanya tak sedap dipandang mata, aliran sungai yang terletak persis di sisi perkampungan itu tak pelak menjadi sarang bakteri sumber penyakit. Diare, penyakit yang banyak menyebabkan kematian pada anak-anak, salah satunya bermula dari kondisi lingkungan yang tidak sehat ini.

Di sepanjang sungai itu, ribuan rumah yang berdiri di sana menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir limbah rumah tangga mereka. Jamban dibangun di atas sungai. Kotoran manusia jatuh langsung ke sungai, dan mengendap di Pelabuhan Sunda Kelapa.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTRA Arsono (35), pendiri Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan atau Kompling di RT 01 RW 04 Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, memegang miniatur kapal Phinisi yang dibuat dari bahan-bahan yang tidak terpakai, Minggu (16/11/2014).

Kesadaran

Pada tahun 2011, tiba-tiba ada kesadaran yang menyeruak di hatinya. Saat itu, ia ditunjuk oleh Kelurahan Penjaringan untuk menjadi kader lingkungan. Ia mengikuti penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan bersih. Seusai ikut penyuluhan itu, ia mendadak mendambakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat.

Pada kesempatan lain pada tahun itu, ia juga tiba-tiba tersentuh ketika mengikuti sebuah pengajian.

"Saya ada dengar kata-kata dalam pengajian, begini, 'Telah terjadi kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah tangan manusia'. Dari situ, saya berpikir, ini harus ada perubahan, bagaimanapun caranya," kata Arsono.

Daripada mengutuk kegelapan, Arsono memilih menyalakan lilin. Hal paling mencolok yang ia lihat adalah soal tumpukan sampah yang menutupi air sungai. Niatnya hanya satu. Ia ingin sungai yang terletak sekitar 30 meter dari rumahnya bersih dari tumpukan sampah. Tumpukan sampah di sungai itu harus diangkut.

Bagaimana caranya? Muskil mengharapkan pemerintah setempat turun tangan. Daripada menunggu pemerintah memberi perhatian, ia memilih turun sendiri. Ia menyewa sampan nelayan seharga Rp 30.000.

Ada beberapa anak muda yang bersedia menemaninya turun pertama ke sungai. Sebagai imbalan, ia membelikan gorengan kepada anak-anak muda itu. Semua dari koceknya sendiri. Sehari-hari, Arsono dan istrinya berjualan kue jajanan pasar. Ia menitipkan kue-kuenya di sejumlah warung.

Namun, menyewa sampan itu hanya terjadi sekali. Berikutnya, tak ada nelayan yang mau menyewakan sampannya.

"Tukang sampannya merasa rugi karena perahunya bau. Kita kan ambil sampah rumah tangga yang kadang-kadang ada popok, ada macam-macam, baulah," kata Arsono.

Tak ada sampan bukan berarti niatnya berhenti. Ia turun langsung ke sungai yang kotor, berbasah-basah mengarungi lautan sampah.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTRA Beberapa personel Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan atau Kompling membersihkan area Pelabuhan Sunda Kelapa dari sampah, Minggu (16/11/2014). Sampan biru yang mereka gunakan ditemukan tanpa sengaja oleh Arsono di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Keajaiban

Ketika tak ada nelayan yang mau menyewakan perahunya, keajaiban datang. Di Pelabuhan Sunda Kelapa, ia menemukan sebuah sampan fiber berwarna biru sepanjang dua meter teronggok. Di buritannya tertulis "Pemerintah Provinsi DKI Jakarta".

Nelayan di sana tidak tahu sampan itu milik siapa. Pihak kelurahan juga tidak mengakui sampan itu milik mereka. Ada yang mengatakan, sampan teronggok itu berasal dari Kepulauan Seribu.

Jadilah sampan yang "datang tiba-tiba" itu ia gunakan sebagai "kendaraan operasional" untuk membersihkan sampah.

"Akhirnya, saya bisa dapat sampan sendiri. Ukurannya dua meteran. Saya dapat sampan itu dari Kepulauan Seribu, nyasar kayaknya. Enggak ada yang pakai. Jadi, saya saja yang pakai," kata dia.

Kegiatan Arsono jadi "polisi sampah" di muara Sunda Kelapa bukan tanpa cibiran. Sejumlah warga menasihatinya agar tidak menghabiskan waktu percuma. Menurut mereka, membersihkan sampah di muara sungai itu adalah sia-sia.

Dia pun berinisiatif untuk meminta bantuan kepada RW dan Lurah Penjaringan.

"Pak RW kasih respons bagus. Kalau Lurah Penjaringan yang sebelumnya, belum begitu respons," kata dia.

Bantuan pun datang. Pihak kelurahan membangun tempat penampungan sampah dan memberikan gerobak sampah di RW 04.

Kompling

Bersama sejumlah anak muda di kampung itu, Arsono mendirikan Kompling, Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan, pada Oktober 2011. Ada 20 remaja yang bergabung dari 1.200 kepala keluarga di RT itu.

Anggota Kompling kebanyakan adalah anak-anak usia sekolah menengah atas. Ada yang masih sekolah. Ada pula yang putus sekolah.

Sekitar 20 meter dari rumahnya, Arsono mendirikan posko Kompling. Di posko itu, sampah dikumpulkan, dipilah-pilah, sebelum dibuang ke tempat penampungan sampah RW.

Setiap minggu pagi, anggota Kompling turun ke sungai, memunguti sampah. Tak semua anggota Kompling selalu bisa ikut turun ke sungai. Pernah, Arsono turun hanya dengan satu orang.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTRA Pemandangan di depan sebuah permukiman yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, RT 01 RW 04, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (16/11/2014). Sebelumnya, sungai ini tertutup lautan sampah. Banyak warga yang membuang sampah langsung ke laut, menyebabkan laut menuju area Pelabuhan Sunda Kelapa jadi kotor.

Reza Rinaldi (18), salah seorang anggota Kompling, mengaku awalnya jijik memunguti sampah. Namun, lambat laun ia terbiasa.

"Sudah biasa pegang sampah. Buat apa jijik, kita kan demi membersihkan kampung kita supaya bersih. Kalau kotor, tinggal cuci tangan," kata Reza.

Kondisi sungai di RT 01 sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. Dulu, air sungai tak terlihat tertutup sampah. Kini, meski sampah tak surut berserakan, air sungai berwarna kelabu mulai terlihat.

Arsono sendiri berharap agar tingkat kesadaran masyarakat akan kebersihan bisa semakin bertambah. Lingkungan yang sehat, kata dia, bermula dari perilaku hidup yang sehat. Lingkungan hidup yang sehat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anggota keluarga yang sehat.

"Warga yang tidak buang sampah di laut sudah 80 persen, dari total 1.200 kepala keluarga," tutur pria yang kini menjabat sebagai Ketua RT 01 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com