Ketua Kelompok Kerja Hukum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Ariani Soekanwo mengatakan, kepedulian pemerintah daerah kepada kaum difabel memang sudah ada dengan menerbitkan perda.
”Tetapi, pemenuhan hak tak cukup hanya dengan tulisan. Perlu ada langkah konkret untuk mewujudkan hak itu,” katanya di Jakarta saat menghadiri perayaan Hari Disabilitas Internasional, Rabu (10/12/2014).
Menurut Ariani, pemenuhan hak itu antara lain dengan membuka lapangan pekerjaan dan mewujudkan sekolah inklusif bagi semua orang. ”Dalam kenyataannya, masih banyak diskriminasi terhadap kaum difabel. Padahal, keterlibatan dan peran mereka dalam pembangunan berkelanjutan diperlukan,” ujarnya.
Saat ada seminar tentang disabilitas, misalnya, yang menjadi pembicara inti justru pejabat pemerintahan yang memaparkan berbagai rencana pembangunan. Dalam seminar itu, kaum difabel malah tidak diberi ruang untuk berbicara dan menyatakan apa yang menjadi kebutuhannya. ”Itu membuktikan kaum difabel belum terlibat dalam pembangunan,” katanya.
Asisten Kesejahteraan Masyarakat Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Bambang Sugiyono menjelaskan, melalui Perda tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas Nomor 10 Tahun 2011, pihaknya berusaha memenuhi hak kaum difabel. Peraturan itu mengatur, antara lain, aksesibilitas kaum difabel terhadap fasilitas umum, seperti halte, taman, dan stasiun.
Lapangan pekerjaan
Selain itu, perda tersebut juga mewajibkan setiap perusahaan atau lembaga mempekerjakan kaum difabel sekurang-kurangnya 1 persen dari total kuota pekerja.
Berdasarkan data Dinas Sosial DKI Jakarta, ada 15.000 warga difabel di Ibu Kota. Sebanyak 3.000 di antara mereka tinggal di panti binaan.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan mengatakan akan menyosialisasikan perda tersebut. Harapannya, makin banyak kaum difabel yang terserap lapangan pekerjaan dan bisa mengakses fasilitas umum.
Kesulitan mendapat pekerjaan pernah dialami Erwin (39), penyandang tunadaksa. Dia sudah lebih dari 30 kali ditolak perusahaan karena memiliki keterbatasan fisik.
Erwin dulunya bekerja sebagai tenaga pemasaran. Namun, setelah mengalami kecelakaan pada 2000, dia harus duduk di kursi roda. Kondisi itu membuat dia sulit mendapatkan pekerjaan. ”Saya berharap, peraturan daerah itu betul-betul bisa direalisasikan menjadi langkah yang nyata,” kata pria yang bekerja sebagai wiraswasta itu.
Menurut Bambang, untuk memastikan perda terealisasi, pihaknya akan membentuk badan pengawasan yang melibatkan kaum difabel.
”Kami juga akan menyiapkan sanksi apabila masih ada lembaga atau perusahaan yang bersikap diskriminatif terhadap kaum difabel,” ujar Bambang. (DNA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.