Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kemacetan, Jakarta Nomor Satu di Dunia Mengalahkan Istanbul

Kompas.com - 05/02/2015, 14:00 WIB

Meski mendapatkan angka berhenti-jalan terbanyak, Jakarta sebenarnya tak menempati posisi terburuk dalam hal lamanya pengemudi berhenti di jalan (idling time).

Dari sisi idling time, Jakarta mendapatkan angka 27,22 persen. Artinya, dalam setiap perjalanan, seorang pengemudi rata-rata menghabiskan 27,22 persen waktunya untuk berhenti.

Jakarta masih lebih baik dibandingkan dengan Moskwa (31,57 persen), Bangkok (36,07 persen), London (28,58 persen), dan New York (28,62).

Penyusunan indeks itu memang terkait erat dengan upaya Castrol memasarkan produk minyak pelumas terbarunya. Namun, paling tidak, indeks itu menggambarkan betapa buruknya lalu lintas di dua kota terbesar Indonesia dibandingkan kota-kota utama lain di dunia.

Risyapudin mengakui bahwa kondisi lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya memang tak ideal lagi. Menurut dia, pertumbuhan kendaraan baru per tahun di Jakarta yang mencapai 11 persen tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0,001 persen. Karena itu, Risyapudin tak terlalu terkejut kalau Jakarta saat ini termasuk kota dengan kondisi lalu lintas sangat buruk.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui kondisi tersebut. Menurut dia, selama Jakarta tak memiliki sistem transportasi massal berbasis rel, kemacetan akan terus mendera kota ini.

”Memang iya (paling macet sedunia). Jepang saja yang punya (sistem transportasi berbasis rel) masih macet, apalagi Jakarta. Makanya sekarang sedang kami bangun,” kata Basuki, Rabu, di Balai Kota Jakarta.

Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, hasil survei The Economist dan Castrol menjadi momentum untuk perubahan Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia yang memiliki permasalahan serupa agar bangkit menjadi lebih baik.

Jaringan transportasi bus cepat (BRT) di Jakarta yang biasa disebut transjakarta dan angkutan transportasi massal cepat (MRT), baik layang maupun bawah tanah yang dalam proses pembangunan, bisa menjadi pilar terbangunnya kembali penataan transportasi publik.

”Asalkan penataan itu memenuhi tiga syarat, yaitu, pertama, benahi dulu prasarananya, seperti jalan, trotoar, halte, parkir, serta kapasitas angkutnya. Kedua, benahi sarana bus dan kelembagaan pengelolaannya. Ketiga, jangan langsung menerapkan traffic demand management secara kaku selama sarana dan prasarana belum memadai,” ungkap Yayat.
(RTS/FRO/RAY/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Megapolitan
Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com