”Secara teknis, kita mampu menangani persoalan banjir Jakarta. Namun, persoalan nonteknis, yakni masalah sosial, ini menjadi kendala,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi, Selasa (10/2), di Jakarta.
Menurut Mudjiadi, persoalan nonteknis atau sosial itu, antara lain, adalah pembebasan lahan normalisasi sejumlah kali di Jakarta yang belum tuntas. Selain itu, masih ada beberapa titik yang belum dilebarkan sehingga hal itu akan mengurangi daya tampung air dan mengakibatkan banjir.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah memprogramkan pengendalian banjir Jakarta, khususnya yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yakni normalisasi Kali Ciliwung, Sunter, dan Pesanggrahan.
Partisipasi masyarakat
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, banjir yang terjadi di Jakarta merupakan urusan gubernur. Ia meminta masyarakat turut serta berpartisipasi mencegah terjadinya banjir, bukan hanya pemerintah.
”Gubernur harus lebih ketat lagi, kerjanya lebih baik lagi mengatasi semuanya,” ujar Kalla kepada wartawan di Pangkalan Udara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Senin (9/2).
Ia mengingatkan agar gubernur tidak henti-hentinya mendorong dan melibatkan masyarakat agar turut bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan banjir.
Ia menambahkan, upaya pemerintah provinsi untuk mengatasi banjir tidak akan efektif kalau masyarakat tidak berpartisipasi. ”Kalau hanya pemerintah, ya, lama,” ujarnya.
Terkait banjir parah yang melanda wilayah Jakarta itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meminta maaf kepada warga. ”Jadi, kita harus akui. Kita harus minta maaf kepada warga DKI, kami selama dua tahun ini baru bisa menyelesaikan aliran tengah,” kata Basuki, seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Selasa.
Ia mengatakan, rampungnya aliran tengah itu membuat banyak pihak bisa sesumbar bahwa Istana tidak mungkin terendam banjir karena aliran di wilayah tengah sudah berhasil dirampungkan.
Namun, hingga kini, warga DKI harus menghadapi tantangan lain, yakni penurunan permukaan tanah yang mencapai 18 sentimeter (cm) per tahun di sejumlah wilayah, di antaranya di sepanjang Kali Angke dan Kali Sentiong Sunter yang membuat posisi sungai berada di bawah muka laut.
Masih tergenang
Hingga Selasa (10/2) siang, banjir yang menggenangi wilayah Jakarta belum menunjukkan tanda-tanda surut. Di wilayah utara, banjir hampir memutus akses-akses jalan utama.
Banjir setinggi lebih kurang 80 cm memutus akses di Jalan Sunter Raya. Danau Sunter masih meluap serta menggenangi permukiman dan jalanan.
Sepeda motor dan mobil tidak mampu melalui jalan di wilayah ini. Ketinggian air di rumah pompa mencapai 250 cm atau naik sekitar 200 cm dari batas normal yang hanya 50 cm.
Banjir juga memutus akses jalan di Jalan Gunung Sahari-Ancol, Pademangan. Air di wilayah ini setinggi sepeda motor jenis bebek sehingga tidak dapat dilalui. Kondisi serupa juga terjadi di Jalan Yos Sudarso, Kelapa Gading, Jalan RE Martadinata, Tanjung Priok, dan sejumlah jalan arteri.
Kepala Satpol PP Jakarta Utara Yan Sofyan Hadi mengungkapkan, banjir terparah terjadi di wilayah Koja, Cilincing, dan Kelapa Gading. Ketinggian air bahkan mencapai 1 meter.
”Kami masih berusaha melakukan evakuasi warga. Ribuan orang masih terjebak di rumah mereka. Kami menerjunkan 500 orang satpol PP untuk membantu evakuasi,” tutur Yan, di Jakarta, Selasa.
Sebanyak 6.426 warga enam kecamatan di Jakarta Utara telah mengungsi. Mereka tersebar di 78 lokasi pengungsian.
Di sekitar Bundaran HI, Jalan MH Thamrin, dan lokasi proyek angkutan massal cepat (MRT), banjir mulai surut pada Selasa pagi. Genangan air masih terlihat di beberapa titik jalan dan mengganggu aktivitas pengerjaan proyek MRT. (Saiful Rijal Yunus/B09/Antara)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.