Tumpukan sampah liar itu tersebar di tengah permukiman padat yang sulit dijangkau alat berat sehingga sukar dibersihkan.
Salah satu timbunan sampah di RT 001 RW 005, Kelurahan Pulogebang, Cakung, sudah 20 tahun tak diangkut. Timbunan sampah itu baru diangkut dua hari terakhir ini setelah sebagian warga mengeluhkan belatung dari timbunan sampah itu merambat di dinding rumah mereka.
Namun, karena tempat pembuangan sementara (TPS) itu berada di tengah permukiman padat, alat berat tak dapat dioperasikan. Pengangkutan sampah akhirnya hanya bisa dilakukan tenaga manusia.
Januari lalu juga ditemukan dua lokasi penimbunan sampah liar berusia lebih dari 15 tahun di Pinus Elok dan Permukiman Industri Kecil Penggilingan, Cakung. Timbunan sampah di Pinus Elok kemudian dibersihkan Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur.
Camat Cakung Ali Murtadho, Senin (2/3), mengatakan, permasalahan sampah menjadi beban terbesar di Cakung. Bahkan, menurut dia, saat ini Cakung sedang menghadapi darurat sampah.
"Kami menemukan 800 titik tempat penimbunan sampah liar di permukiman warga," ujar Ali.
Beban sampah itu tak lepas dari jumlah penduduk yang cukup besar di Cakung, yakni mencapai 800.000 jiwa atau hampir 10 persen jumlah penduduk Jakarta. Itu pun yang tercatat sebagai warga Cakung hanya 500.000 jiwa. Sekitar 300.000 orang adalah pendatang yang mengontrak rumah di Cakung.
Cakung, yang juga menjadi kawasan industri Jakarta, setiap hari dipadati pekerja yang mencapai jumlah 500.000 jiwa.
Setidaknya ada 38 pabrik beroperasi di Cakung. "Total ada 1,3 juta jiwa setiap hari di Cakung ini. Beban sampah pun menjadi besar," kata Ali.
Ali mengaku, volume sampah di TPS-TPS liar itu masih dihitung. Hanya, dari observasi sementara ini ditemukan sembilan titik sampah dalam areal cukup luas dan volume sampah yang sangat banyak, yakni di Kelurahan Cakung Timur, Cakung Barat, dan Pulogebang.
Setiap titik diperkirakan memiliki volume sampah hampir 1.000 ton. "Kami baru memperoleh data lokasi TPS liar. Bobot sampah masih dihitung. Namun, dipastikan jumlahnya besar sekali," katanya.
Menurut Ali, paling tidak dibutuhkan 43 truk sampah untuk mengangkut tumpukan sampah di TPS-TPS liar itu. Padahal, saat ini hanya tersedia 22 truk sampah di Kecamatan Cakung. Oleh sebab itu, dibutuhkan dukungan penuh dari Dinas dan Suku Dinas Kebersihan.
Lurah Pulogebang Fajar mengakui, untuk mengangkut timbunan sampah di TPS-TPS liar ini juga tidak mudah. Seperti timbunan sampah di RT 001 RW 005 Pulogebang yang berada di tengah permukiman padat. Separuh dari areal lahan kosong seluas 2.180 meter persegi itu dipenuhi sampah setinggi 5 meter.
"Alat berat tak dapat masuk ke lokasi penimbunan sampah di RT 001 RW 005 itu. Jalan keluarnya hanya dapat menggunakan tenaga manusia," katanya.
Menurut Fajar, setelah bersih, areal bekas penimbunan sampah itu akan diusulkan dibeli Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sejauh ini telah diketahui pemilik lahan yang dijadikan TPS liar tersebut.
"Areal itu bisa dijadikan embung untuk menampung air karena kawasan tersebut selalu banjir saat hujan, dan juga digunakan untuk ruang terbuka hijau," paparnya.
Saluran tersumbat
Sejumlah warga Cakung mengungkapkan, permasalahan di tempat tinggal mereka tak hanya sampah. Mereka juga menghadapi masalah banjir setiap kali hujan turun akibat saluran air tersumbat sampah dan urukan tanah.
Warni (50), warga yang tinggal dekat TPS liar di RT 001 RW 005 Pulogebang, mengungkapkan, ia harus membuat pipa cukup panjang untuk menyalurkan air limbah rumah tangganya ke saluran air di RT 002. "Itu pun air di kamar mandi saya kerap tergenang karena saluran air di RT 002 mampat oleh sampah," jelasnya.
Pantauan Kompas menunjukkan sejumlah titik saluran air di Cakung yang dipenuhi sampah dan tumpukan tanah. Air di selokan itu pun menggenang dan nyaris meluber ke jalan.
Ali menambahkan, padatnya penduduk di Cakung menyebabkan permukiman warga tumbuh pesat, sementara pemeliharaan saluran air dan kebersihan lingkungan tak diperhatikan.
"Pantauan kami, ada saluran air di Jalan Radjiman, Kebon Jahe, yang terputus. Namun, setelah ditelusuri, saluran itu diokupasi warga, didirikan rumah di atas. Tepat di atas saluran itu adalah kamar," ujar Ali. (MDN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.