Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Soto Lamongan 'Menaklukkan' Jakarta

Kompas.com - 15/04/2015, 08:00 WIB

KOMPAS.com - Menjelang sore, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pria kelahiran 1942 itu duduk santai di depan warung miliknya. Aroma sate kambing dan raungan sepeda motor bercampur aduk saat saya menemuinya.

Secara fisik, warung miliknya sama sekali tidak menarik. Sempit dan agak panas. Namun demikian, jangan ragukan soal kelezatan menunya.

"Sate Sabang memang khas. Sate kambing dan sate ayamnya empuk. Setiap ke Jakarta, saya sempetin makan di sini," kata Muflichun, asal Sulawesi Selatan, yang mengaku menjadi langganan setia semenjak lima belas tahun silam.

Di dalam restoran, saya juga berjumpa lima orang pegawai negeri. Mereka baru saja menuntaskan makan siang. "Awalnya tahu dari mulut ke mulut. Pernah coba, kok enak, jadi balik lagi, balik lagi," kata salah-seorang diantaranya.

Warung Sate Sabang, begitulah sebutan khas warung itu. Letaknya di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, tidak jauh dari Gedung Sarinah. Jali Suprapto, pemiliknya, adalah warga kota Lamongan, Jawa Timur.

Diawali sebagai penjual soto di pinggiran jalan ibu kota pada tahun 1963, kisah perjalanan Jali Suprapto betul-betul dari bawah.

"Kalau saya dulu dikasih modal Rp 50,000 sama mertua. Tapi ya 'nggak langsung jalan. Pernah jatuh. Mau minta lagi, ya nggak enak. Nggak berani. Akhirnya utang orang lainnya," kata Jali mengungkap perjalanan awalnya menggeluti bisnis kuliner Soto Lamongan di Jakarta.

Tetapi itu dulu. Saat ini, sejumlah warga Lamongan yang merantau di Jakarta mengenal pria asal Desa Siman, Kecamatan Sekaran, Lamongan itu sebagai orang sukses.

Mereka bahkan meminta saya untuk mewawancarainya, jika ingin tahu awal mula kehadiran penjual soto Lamongan di ibu kota serta kisah suksesnya.

"Omzet warung saya sekarang sekitar Rp 25 juta per bulan. Adapun karyawan saya 15 orang," ungkap ayah enam orang anak ini.

'Geli makan pecel lele'

Kisah keberhasilan Pak Jali berjualan soto ayam di ibu kota kemudian menjadi cerita dari mulut ke mulut di antara para perantau asal Lamongan.

Dan pada masanya, kisahnya itu menjadi daya tarik bagi anak-anak muda dari sejumlah desa di pinggiran Lamongan untuk mengikuti jejaknya di ibu kota Jakarta.

Memimpikan meraup keuntungan seperti bisnis Pak Jali, namun tidak semuanya berakhir dengan kisah yang menyenangkan -setidaknya untuk saat ini.

Di trotoar Jalan Sumenep, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, saya bertemu pria berkulit gelap asal Lamongan. Dia tengah melayani pembeli soto ayam miliknya yang mengelilingi gerobaknya.

"Saya masih ingat, tahun 1986, bulan delapan (Agustus), tanggal 17, saya buka warung soto Ayam di Jakarta," ungkap Supratman, warga asal Lamongan, yang berjualan soto ayam di sebuah gerobak.

Ditemani istrinya, Supratman siang itu melayani belasan orang pembeli yang mengelilingi gerobaknya. Dia mengaku sempat diusir petugas Tramtib dari lokasi awalnya berdagang.

"Dagang (soto ayam) pertama, saya mendapat (masukan) Rp 12.500," ungkapnya, disusul tawa getirnya. Dia mengaku berulangkali pindah tempat dan mengubah menu sajiannya.

Di awal kedatangannya, dia teringat betapa sulitnya "meyakinkan" warga ibu kota untuk mengkonsumi sajian menu istimewanya: lele goreng.

"Saya sempat menjual lele goreng 1kg (baru habis) selama lima hari. Geli orang mau makan. Tapi ke sininya, semakin pesat orang makan pecel lele, ayam goreng, dan soto Lamongan," katanya mengenang.

Pernah mengalami kejayaan di tahun 1990-an, yang ditandai antara lain kemampuannya membeli lima rumah dan warung permanen, naik haji, membantu adik-adiknya, Supratman mengaku telah mengalami jatuh-bangun dalam bisnis kuliner soto Lamongan.

Sekarang dia merintis ulang dengan berjualan soto di pinggir Jalan Sumenep, dan mulai diminati oleh kehadiran pembeli yang menyemut di depan gerobaknya, walaupun dengan resiko diusir oleh tramtib kota.

Usai mencicipi sotonya, saya lantas bertanya seperti apa filosofinya dalam menjalankan bisnis kuliner.

"Keuntungan itu nomor 10 buat saya. Yang pertama, kita harus kontrol masakan. Gimana soto saya ini dikenal enak. Dari dulu saya begitu," ungkap ayah 10 anak ini.

Dulu malu sebut 'Soto Lamongan'

Penjual soto, pecel lele atau pecel ayam, tahu campur dengan atribut "Lamongan" di belakangnya, acap dijumpai di sejumlah ruas jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

Bahkan kehadiran warung Soto Lamongan saat ini diklaim sudah layak disejajarkan dengan kehadiran Restoran Padang atau Warung Tegal yang lebih dulu dikenal di kota-kota besar.

"Ada sebagian orang Lamongan tidak mau menamakan Soto Lamongan. Dulu namanya Soto Surabaya, karena dia malu," kata Wakil Ketua Paguyuban putra asal Lamongan alias Pualam, Bambang Suryodarmo.

"Sekarang karena Lamongan hebat, kemajuannya hebat, didukung pemerintahan Lamongan, mereka menyebut dirinya Soto Lamongan. Sekarang Soto Lamongan merajalela," kata Bambang yang merantau di Jakarta sejak tahun 1980-an awal.

Tidak diketahui sejak kapan warga Lamongan membuka usaha kuliner di Jakarta, namun menurut Bambang, kemungkinan sejak awal tahun 1960-an.

"Cikal bakalnya (warung Soto Lamongan di Jakarta) di daerah Menteng," katanya seraya menyebut Warung Sate Sabang yang didirikan Jali Suprapto.

Merantau untuk mengubah nasib adalah motivasi terbesar yang mengantar anak-anak muda Lamongan ke Jakarta, kata Bambang.

Namun pada masanya, menurut Bambang Suryodarmo, keterbelakangan Lamongan membuat warganya memutuskan untuk meninggalkannya.

"Daerah Lamongan itu dulunya minus. Orang Lamongan itu dulu malu menyebut berasal dari Lamongan," akunya.

"Karena, dulu, kalau banjir, kita nggak bisa apa-apa. Dan kalau musim kemarau tidak ada air," ujarnya lagi.

Dan sekarang, kisah sukses penjual Soto Lamongan di perantauan, menurut Bambang, berdampak langsung pada kehidupan ekonomi keluarganya di kampung atau desanya.

"Dulu rumah bambu, sekarang rumahnya bagus. Ekonomi Lamongan itu sekian persen itu berasal dari keberhasilan usaha kuliner," kata Bambang seraya menyebut sebuah desa di Lamongan yang sebagian besar warganya merantau ke Jakarta.

Tentu saja tidak semua warga Lamongan yang membuka bisnis kuliner di Jakarta, dapat bernasib semujur seperti Pak Jali Suprapto atau beberapa lainnya yang namanya berkibar dalam bisnis soto atau pecel lele Lamongan.

Namun demikian, warga Lamongan yang menggeluti bisnis kuliner makanan tradisional macam soto atau pecel lele, kini dapat menyebut dirinya sejajar dengan pemilik restoran Padang atau Warung Tegal yang lebih dulu dikenal. (Heyder Affan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Megapolitan
Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Megapolitan
Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Megapolitan
Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Megapolitan
Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com