"Pas datang suka pakai truk, dengar-dengar juga bawa senjata. Kami mana ada yang tahu mereka siapa," ujarnya.
Satpam yang berjaga menurut dia juga tak berkutik, apalagi setelah jumlah satpam yang disebut sempat mencapai puluhan orang itu kini tersisa beberapa orang saja. Penjarahan pun kian menjadi.
"Bahkan pernah ada yang nanam patok-patok. Pas polisi turun 200 orang, sudah enggak ada yang berani," ujar dia.
Dibongkar
Tahun 2014 awal, pembongkaran dengan alat berat mulai dilakukan. Pertengahan tahun itu, tepat setelah Lebaran, pembongkaran selesai dilakukan. Meski tak ada penolakan dari warga, pembongkaran simbol kebanggaan era Pak Harto tersebut sempat menuai protes.
"Dulu didemo pas dibongkar karena tanah yang dikeruk itu bikin debu di jalan (Narogong). Kadang orang suka kecelakaan karena licin pas hujan," ujar dia.
Warga mengaku tak tak tahu soal rencana pengunaan lahan tersebut. Menurut warga, sebuah yayasan di Jakarta kini mengelola lahan itu. Kabarnya, yayasan tersebut masih punya kaitan dengan keluarga Cendana.
Meski Graha Garuda Tiara Indonesia itu telah hilang, kekuasaan Pak Harto masih lekat di warga. Misalnya, beberapa petak lahan di RT 05 RW 05 dimiliki oleh garis keluarga Cendana.
"Perusahaan pengolahan kerang buat hiasan rumah yang ada di sana itu katanya juga punyanya bibi Pak Harto. Tanah di sini juga punya Pak Harto. Perusahaan itu juga baik buat warga sini, sering bagi-bagi sumbangan," ujar dia.