Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Mudik Tiba, Lengkap dengan Suka Dukanya

Kompas.com - 08/07/2015, 15:03 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Mudik ke kampung halaman saat Lebaran dan berkumpul dengan keluarga besar sudah menjadi tradisi sebagian warga Ibu Kota. Momen ini tiba diikuti dengan kisah manis dan pahit, baik bagi warga yang pulang kampung ataupun tetap tinggal di Jakarta.

Pulang kampung di hari raya Idul Fitri sudah jadi tradisi bagi sebagian warga Ibu Kota. Dua dari lima responden di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang mengikuti jajak pendapat Litbang Kompas memiliki kebiasaan mudik menjelang Lebaran.

Bagi perantau yang mencari nafkah di Ibu Kota, kembali ke tempat asal menjadi momen yang ditunggu untuk membebaskan diri dari penatnya aktivitas harian di kota besar. Momen ini juga digunakan untuk bertemu dengan orangtua dan sanak saudara. Sembilan dari 10 peserta jajak pendapat mengutarakan hal senada, berkumpul dengan keluarga besar menjadi alasan utama untuk pulang.

Menurut catatan Pemerintah DKI, jumlah pemudik asal Ibu Kota setiap tahun bertambah. Tahun ini, diprediksi ada 6,5 juta penduduk DKI Jakarta yang pulang ke kampung halaman. Angka ini naik 12,1 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya 5,8 juta.

Peningkatan jumlah pemudik salah satunya didorong program mudik gratis yang ditawarkan sejumlah perusahaan. Penambahan ruas jalan tol yang menghubungkan Jakarta dan kota-kota lain juga meningkatkan minat untuk pulang kampung, terutama pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi. Naiknya kemampuan ekonomi warga turut mendorong penambahan pemudik.

Lebih dari separuh respon-den yang memiliki tradisi mudik tak perlu repot menabung khusus untuk acara spesial ini karena adanya tunjangan hari raya. Ada juga warga yang tidak mengumpulkan uang karena sudah memperkirakan mendapatkan keuntungan besar saat Lebaran.

Bayu (42), pemilik toko telepon genggam di kawasan perumahan Duren Sawit, Jakarta Timur, mengatakan tak biasa menabung. "Saya nggak pernah menabung khusus untuk Lebaran. Kalau mau Lebaran, banyak yang beli HP, jadi lumayanlah untungnya," tambahnya.

Meski demikian, 43,8 persen peserta jajak pendapat mendisiplinkan diri rutin menyisihkan uang demi acara Lebaran di kampung halaman. Pada Ramadhan hingga Lebaran, harga barang biasanya naik, termasuk aneka buah tangan yang hendak dibawa ke kampung halaman.

Harga tiket kendaraan pun ikut melambung tinggi. Inilah yang membuat Ayu (23) selalu menabung agar bisa mudik ke Klaten, Jawa Tengah. "Sejak awal tahun, setiap hari saya nabung Rp 10.000. Saya, kan, (semi) pengangguran, kalau enggak nabung, enggak punya uang untuk Lebaran," ujar perempuan yang mengaku bekerja serabutan ini.

Suka dan duka mudik

Ketika sebagian warga kota sudah berangkat pulang ke kampung halaman, jalanan Jakarta lengang. Kepadatan di jalan berkurang dan arus lalu lintas jauh lebih lancar. Suasana Jakarta yang sepi ini adalah hal yang paling disukai 73,2 persen responden saat musim mudik menjelang Lebaran tiba.

Kesempatan ini dimanfaatkan warga kota yang tak mudik untuk menikmati berkendara di jalanan Jakarta. Inilah waktu yang tepat untuk mengamati perkembangan dan perubahan ruang-ruang di Jakarta.

"Saya senang banget kalau Jakarta lengang, kalau enggak keluar kota atau keluar negeri, saya biasanya jalan-jalan di dalam kota saja," ujar Yani (50), ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta Utara.

Tahun 2015 ini, Kementerian Perhubungan memperkirakan Jakarta menjadi sepi pada dua hari menjelang Lebaran, bersamaan dengan puncak arus mudik ke daerah.

Namun, biasanya berkurangnya arus lalu lintas hanya bertahan selama beberapa hari. Saat hari H Lebaran, arus lalu lintas kembali padat oleh mobilitas warga yang menunaikan ibadah shalat Id dan silaturahim.

Sepinya jalanan Jakarta umumnya diikuti dengan tutupnya sarana. Banyaknya toko dan warung yang tidak buka menyulitkan warga untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari, misalnya tabung gas untuk memasak dan air minum dalam galon.

Dwi (27), responden di Jakarta Timur, menuturkan, toko langganannya selalu tutup menjelang Lebaran dan beberapa hari sesudahnya karena pekerja toko mudik ke kampung. "Saya harus berputar-putar mencari ke tempat lain untuk bisa dapat gas dan air galon. Repot jadinya," kata karyawan swasta ini.

Para asisten rumah tangga (ART) yang ikut pulang kampung juga membuat pusing warga. Sebanyak 22,1 persen responden menyebutkan, ketiadaan ART sebagai hal yang paling merepotkan selama mudik Lebaran.

Sebenarnya, ada solusi bagi warga yang tak ingin mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri. Mereka bisa mempekerjakan pembantu infal, pengganti sementara ART yang absen. Namun, upah harian tenaga infal cukup tinggi. Menurut catatan Kompas, tarif jasa tenaga infal bisa mencapai Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari.

Di luar itu semua, bagi warga yang mudik, perjuangan sudah dimulai sejak tahap persiapan. Perburuan tiket ataupun antre panjang di bengkel untuk menyiapkan mobil pribadi menguras tenaga.

Di perjalanan pun, kemacetan dan jalanan yang padat sulit dihindari, terutama jika berangkat bersamaan dengan puncak arus mudik. Keterlambatan transportasi umum pun kerap terjadi. Situasi ini yang tak disukai satu dari lima warga di saat mudik. (BE JULIANERY/LITBANG KOMPAS)

-------------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Rabu, 8 Juli 2015, dengan judul "Musim Mudik Tiba, Lengkap dengan Suka Dukanya".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pekerja Ini Lebih Setuju Program DP 0 Persen Dikaji Ulang daripada Gaji Dipotong Tapera

Pekerja Ini Lebih Setuju Program DP 0 Persen Dikaji Ulang daripada Gaji Dipotong Tapera

Megapolitan
Pj Wali Kota Bogor Imbau Orangtua Tidak Mudah Percaya Calo Saat Pendaftaran PPDB 2024

Pj Wali Kota Bogor Imbau Orangtua Tidak Mudah Percaya Calo Saat Pendaftaran PPDB 2024

Megapolitan
KASN Terima Dua Laporan Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN oleh Supian Suri

KASN Terima Dua Laporan Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN oleh Supian Suri

Megapolitan
Soal Tapera, Karyawan Swasta: Mending Pemerintah Perbaiki Administrasi Pencairan BPJS Ketenagakerjaan Dulu

Soal Tapera, Karyawan Swasta: Mending Pemerintah Perbaiki Administrasi Pencairan BPJS Ketenagakerjaan Dulu

Megapolitan
Penjual Konten Video Pornografi Anak di Telegram Patok Tarif Rp 200.000

Penjual Konten Video Pornografi Anak di Telegram Patok Tarif Rp 200.000

Megapolitan
Jual Video Porno Anak via Telegram, Pria Asal Sumenep Ditangkap Polisi

Jual Video Porno Anak via Telegram, Pria Asal Sumenep Ditangkap Polisi

Megapolitan
Iuran Tapera sampai Pensiun, Karyawan Swasta: Siapa yang Mau Cicil Rumah 30 Tahun?

Iuran Tapera sampai Pensiun, Karyawan Swasta: Siapa yang Mau Cicil Rumah 30 Tahun?

Megapolitan
Kekesalan Ketua RT di Bekasi, Tutup Akses Jalan Warga yang Dibangun di Atas Tanahnya Tanpa Izin

Kekesalan Ketua RT di Bekasi, Tutup Akses Jalan Warga yang Dibangun di Atas Tanahnya Tanpa Izin

Megapolitan
Pemetaan TPS pada Pilkada DKI 2024 Pertimbangkan 4 Aspek

Pemetaan TPS pada Pilkada DKI 2024 Pertimbangkan 4 Aspek

Megapolitan
Orangtua Calon Siswa Diwanti-wanti Tak Lakukan Kecurangan Apa Pun pada PPDB Kota Bogor 2024

Orangtua Calon Siswa Diwanti-wanti Tak Lakukan Kecurangan Apa Pun pada PPDB Kota Bogor 2024

Megapolitan
Tak Masalah Pendapatan Dipotong Tapera, Tukang Bubur: 3 Persen Menurut Saya Kecil

Tak Masalah Pendapatan Dipotong Tapera, Tukang Bubur: 3 Persen Menurut Saya Kecil

Megapolitan
Polisi Usut Dugaan TPPO dalam Kasus ART Lompat dari Lantai 3 Rumah Majikan

Polisi Usut Dugaan TPPO dalam Kasus ART Lompat dari Lantai 3 Rumah Majikan

Megapolitan
Setuju Pendapatannya Dipotong untuk Tapera, Tukang Bubur: Masa Tua Terjamin

Setuju Pendapatannya Dipotong untuk Tapera, Tukang Bubur: Masa Tua Terjamin

Megapolitan
Hampir Terjaring Razia karena Dikira Jukir, Ojol: Saya 'Driver', demi Allah

Hampir Terjaring Razia karena Dikira Jukir, Ojol: Saya "Driver", demi Allah

Megapolitan
KPU Susun Pemetaan TPS, Jumlah Pemilih Pilkada DKI Bertambah 62.772 Orang

KPU Susun Pemetaan TPS, Jumlah Pemilih Pilkada DKI Bertambah 62.772 Orang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com