Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Warga Kampung Pulo Soal Sertifikat Tanah

Kompas.com - 06/08/2015, 19:52 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama merasa heran dengan sertifikat warga Kampung Pulo yang berjudul 'akta jual beli bangunan di atas lahan milik pemerintah'. Lantas apa kata warga Kampung Pulo pernyataan Ahok tersebut?

Ketua RW 02 Kampung Pulo, Kamaludin mengakui ada warganya yang memiliki surat-surat tanah dan bangunan. Menurut Kamaludin, surat-surat yang dimiliki warga dikeluarkan kelurahan setempat.

"Warga ada akta jual beli bangunan dan surat kepemilikan tanah yang dibuat di kelurahan," kata Kamaludin, saat berbincang dengan Kompas.com, di rumahnya, Kamis (6/8/2015).

Kamaludin melanjutkan, akta ini rata-rata dibuat di kelurahan pada tahun 1970. Kampung Pulo sendiri masuk wilayah Kelurahan Kampung Pulo. Namun, masalah kepemilikan surat dan sertifikat tersebut, Kamaludin tidak tegas dalam menjawab.

Belakangan diakuinya tak semua warganya memiliki surat-surat atau sertifikat dan ada yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Termasuk Kamaludin sendiri.

"Saya enggak ada, ya saya bangunan ini aja. Tapi ada juga yang punya sertifikat, kayak musholah yang tiga meter dari Ciliwung, itu ada sertifikatnya," jawab Kamaludin.

Namun, ia menyatakan, warga di RW 02, adalah pembayar Pajak Bumi dan Bangunan serta pembayar listrik yang taat.

Muncul Sengketa

Munculnya sengketa atas tanah di Kampung Pulo dengan pemerintah disebut-sebut sudah berlangsung puluhan tahun. Ternyata, warga menyakini sudah ada rencana pemerintah sejak lama untuk menata Kampung Pulo.

"Ini disebut tanah negara baru tahun 1980-an," ujar Kamaludin.

Ketika klaim dari pemerintah itu muncul, Kamaludin mengatakan warga mulai dibodohi. Kamaludin merujuk salah satu peraturan pemerintah, bahwa tanah yang sudah ditempati warga selama lebih dari 20 tahun, dapat disertifikatkan oleh warga jadi milik. Namun, warga Kampung Pulo menurutnya tidak dapat kesempatan itu.

"Padahal pemerintah tahu, tanah yang ditempati selama puluhan tahun bisa disertifikatkan. Jadi sebenarnya pemerintah ada niat enggak benar. Padahal sempat ada pemutihan di sini. Kalau itu mau diberesin, warga harusnya diajak, ayo disertifikatin. Mumpung ada pemutihan," ujar Kamaludin.

Ketika rencana penggusuran bekalangan menghangat, warga menurutnya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah. Salah satu yang pernah disepakati, yakni mengenai ganti rugi sebesar 25 persen kepada warga Kampung Pulo.

"Tetapi sekarang katanya enggak kepakai lagi itu, sudah enggak lagi. Padahal waktu kemarin pemerintah nyebut 25 persen kita di sini sudah tenang kok, sudah oke," ujar Kamaludin.

Tetapi, ganti rugi uang kemudian dijadikan ganti rusun Jatinegara Barat, diprotes warga. Kamaludin mengatakan pemerintah tak paham mengenai kondisi warga Kampung Pulo, yang mencari nafkah dengan berdagang. Kebanyakan warganya menyambung hidup dengan berjualan di depan rumah. Belum lagi ternyata setelah pindah, warga mesti membayar deposito awal ratusan ribu dan uang sewa nantinya yang dibebankan kepada warga tiap bulannya.

"Sekarang kalau kita dipindahkan ke rusun, bisa tidak berjualan kita di sana," ujarnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Megapolitan
Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Megapolitan
Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper, Korban Diduga Tak Tahu Pelaku Memiliki Istri

Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper, Korban Diduga Tak Tahu Pelaku Memiliki Istri

Megapolitan
Tangkap Aktor Rio Reifan, Polisi Sita 1,17 Gram Sabu dan 12 Butir Psikotropika

Tangkap Aktor Rio Reifan, Polisi Sita 1,17 Gram Sabu dan 12 Butir Psikotropika

Megapolitan
Polisi Usut Indentitas Mayat Laki-laki Tanpa Busana di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Polisi Usut Indentitas Mayat Laki-laki Tanpa Busana di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Megapolitan
Sebelum Dibunuh Arif, RM Sempat Izin ke Atasan untuk Jenguk Kakaknya di RS

Sebelum Dibunuh Arif, RM Sempat Izin ke Atasan untuk Jenguk Kakaknya di RS

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com