Menurut Sanusi, SP 1 itu tidak memberi ruang bagi PT Godang Tua Jaya untuk memperbaiki kekurangan.
Hal ini terkait jangka waktu yang diberikan setelah SP 1 yaitu 60 hari.
Jika PT Godang Tua Jaya tidak bisa menyelesaikan tuntutan di dalam surat, SP 2 akan dikeluarkan. Jangka waktu penyelesaiannya 30 hari.
SP 3 akan dikeluarkan jika PT Godang Tua Jaya kembali gagal memenuhi tuntutan. SP 3 memberi waktu penyelesaian 15 hari.
Seluruh rangkaian tersebut selesai sekitar 11 Januari 2016. Padahal, tuntutan dalam surat yang harus diselesaikan PT GTJ adalah pembangunan sarana pengelolaan sampah.
"Ini bisa salah dalam persepsi hukum, karena bapak sepertinya tidak memberikan ruang untuk Godang Tua supaya bisa perbaiki itu semua. Jadi dalam tempo waktu 3,5 bulan, semuanya harus kelar. Kalau persoalan uang mungkin bisa selesai ya, tapi kalau infrastruktur itu enggak mungkin selesai," ujar Sanusi di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (29/10/2015).
Setelah proses sampai SP 3 berakhir, Dinas Kebersihan akan melakukan swakelola terhadap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Sanusi menilai SP dari Dinas Kebersihan sepeti sengaja membuat PT GTJ gagal agar Dinas Kebersihan bisa mengambil alih TPST.
"SP ini tendensius, seakan nyuruh kau mati saja. Ini yang kita khawatir. Kami bukan ga percaya Bapak bisa mengelola ini semua, tapi menyelesaikannya jangan malah muncul masalah baru," ujar Sanusi.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Aji mengatakan jangka waktu dalam SP tersebut sudah diatur dalam perjanjian antara Pemprov DKI dan PT Godang Tua.
Dinas Kebersihan hanya mengikuti aturan yang ada meski mengakui waktu yang tersedia begitu sempit.
"Mereka diberikan kesempatan memulihkan kesalahan selambat-lambatnya 60 hari dari SP 1," ujar Isnawa.
Sanusi pun langsung memotong penjelasan Isnawa. Menurut dia, kata "memulihkan" bisa memiliki makna ganda.
Dia mempertanyakan apakah PT GTJ harus menyelesaikan seluruh permasalahan dalam waktu 60 hari.
Atau, dia hanya perlu memulai proses penyelesaian meski pada akhirnya masalah tidak selesai dalam waktu 60 hari.
"Jadi kalau dia udah ada itikad baik untuk langsung membangun alat pengolahan sampah itu, apakah langsung menggugurkan SP 1? Walaupun alat yang dia buat tidak mungkin selesai dalam 60 hari," ujar Sanusi.
Sanusi khawatir hal ini justru dijadikan celah hukum oleh PT GTJ jika mereka tidak terima dengan pemutusan kontrak.
Dia khawatir nantinya Pemprov DKI malah akan digugat mengenai pemutusan kontrak yang tidak sesuai prosedur.
Isnawa pun tidak dapat menjelaskan hal tersebut sebab itu merupakan bahasa hukum yang disusun Biro Hukum.
Namun, menurut pemahamannya, itu berarti PT GTJ harus menyelesaikan pekerjaannya bukan sekadar memulai pekerjaan.
Meski demikian, Isnawa berjanji akan kembali berkonsultasi dengan Biro Hukum mengenai penggunaan bahasa dalam SP tersebut.
"Saya akan diskusikan dengan Biro Hukum," ujar Isnawa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.