Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/11/2015, 15:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Hampir setiap hari Nuryadi (38) tidak bisa tidur nyenyak karena bunyi bising aktivitas bongkar muat dari truk pengangkut sampah DKI Jakarta di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi.

Tempat tinggal Nuryadi hanya berjarak 20 meter dari gunungan sampah tersebut.

"Suara mesin alat berat dan truk itu berisik banget," ujar Nuryadi saat ditemui di rumahnya, RT 004 RW 003 Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Rabu (4/11).

Tidak hanya itu, bapak dua anak tersebut pun terpaksa akrab dengan aroma busuk yang menyengat setiap kali gundukan sampah itu diaduk, baik oleh alat berat maupun pemulung.

"Kami makan juga ditemani bau sampah. Tapi, lama-lama sudah biasa, imun...," ucap Nuryadi dengan senyum getir.

Nuryadi mulai beradaptasi dengan sampah yang mengelilingi kampungnya sejak dia berusia 13 tahun.

Kawasan yang tadinya sawah dan kebun berubah drastis menjadi bukit sampah dan truk-truk yang datang silih berganti.

Di kampungnya pun kini mulai banyak pendatang yang bekerja sebagai pemulung.

Bagi Nuryadi, bau anyir sampah dan bunyi bising sudah menjadi keseharian. Namun, ada hal yang membuat dia kesal dengan keberadaan TPST tersebut.

Air bersih dari sumur di belakang rumahnya yang tadinya aman untuk dikonsumsi terpaksa diganti air mineral galon. Air sumur tercemar rembesan air lindi.

Setidaknya, Nuryadi harus mengeluarkan Rp 20.000 per hari yang dipakai untuk membeli isi ulang air mineral galon untuk keperluan minum dan memasak.

"Kalau mandi masih pakai dari air sumur sendiri. Tapi, kalau untuk makan dan minum tidak berani dari air sumur daripada jadi penyakit," ucapnya.

Sebenarnya terdapat dua sumur artesis yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Sumurbatu.

Namun, hanya sebagian warga yang menikmati air bersih dari sumur tersebut, sementara warga lain belum terkoneksi dengan sambungan pipa.

Selain membangunkan sumur, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan bantuan uang kepada warga yang tinggal di sekitar TPST Bantargebang sebagai kompensasi dari dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Dari setiap biaya pengelolaan sampah (tipping fee) yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada pengelola TPST Bantargebang, yakni PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), sekitar 20 persen di antaranya diberikan kepada Pemerintah Kota Bekasi dan warga sekitar.

Nuryadi mengakui, dia seharusnya menerima dana kompensasi Rp 100.000 per bulan yang diberikan setiap tiga bulan sekali.

Namun, selama ini dia hanya mendapatkan Rp 190.000 per tiga bulan karena dipotong Rp 100.000 untuk biaya pembangunan jalan di dalam kampung dan Rp 10.000 yang merupakan bantuan sukarela atau uang lelah kepada ketua RT.

Amin Sujana (50), warga RT 004 RW 003 Sumurbatu, mengakui, warga selama ini hanya diberi dana kompensasi, tetapi tidak pernah diperhatikan.

Keluhan warga mengenai sampah terkait debu sampah yang beterbangan ke rumah warga dan air bersih tidak pernah ditanggapi pemerintah.

"Belum lagi saat TPST Bantargebang kebakaran, warga juga yang kena imbasnya," ucap Amin kesal.

Tidak hanya warga Sumurbatu yang tinggal bersisian dengan TPST Bantargebang, terdapat juga dua kelurahan lain di Kecamatan Bantargebang yang berada di sekitar kawasan tersebut, yakni Kelurahan Ciketing Udik dan Cikiwul. Saunah (55), warga Cikiwul, misalnya, juga mengeluhkan bau sampah yang makin menyengat dan akses air bersih.

Saat DPRD Kota Bekasi melakukan inspeksi ke TPST Bantargebang, sejumlah warga Sumurbatu, seperti Nuryadi dan Amin, turut ditanya keluhannya.

Untuk itu, mereka berharap kunjungan tersebut tidak bersifat politis atau untuk popularitas, tetapi dapat memiliki dampak positif bagi warga.

"Kami sudah kenyang dengan penderitaan," ucap Nuryadi.

Kunjungan Komisi A DPRD Kota Bekasi yang didampingi Dinas Kebersihan Kota Bekasi dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi terkait evaluasi terhadap perjanjian kerja sama mengenai pemanfaatan TPST Bantargebang antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi.

Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata mengatakan, dari inspeksi tersebut terungkap sejumlah poin kesepakatan dalam perjanjian kerja sama yang tidak dipenuhi Pemprov DKI Jakarta, seperti instalasi pipa dari sumur artesis baru disalurkan ke sebagian rumah warga sehingga belum semua warga dapat mengakses air bersih.

Selain itu juga tidak ada zona penyangga antara permukiman warga dan TPST Bantargebang serta sistem saluran air lindi yang buruk sehingga air sampah dari TPST mencemari Kali Ciasem.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengklaim, sebagian kewajiban DKI Jakarta sudah dibebankan kepada PT GTJ selaku pengelola TPST Bantargebang.

Di sisi lain, Direktur PT GTJ Douglas Manurung justru menyangkal jika hal tersebut merupakan tanggung jawab pengelola.

Kisruh sampah yang awalnya dimulai dari ditilangnya lima truk sampah DKI Jakarta di Jatiasih, Kota Bekasi, 21 Oktober silam, masih berlanjut hingga kini.

Nuryadi dan warga lain yang tinggal di Bantargebang hanya berharap kisruh sampah tersebut tidak membuat hidup mereka kian terbebani.

Meski terpaksa akrab dengan sampah, mereka tidak ingin sakit karena sampah. (HARRY SUSILO)

--------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Kamis, 5 November 2015, dengan judul "Terpaksa Akrab dengan Sampah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com