Pemeriksaan tersebut terkait investigasi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras pada APBD Perubahan 2014.
Basuki dan BPK sebelumnya merahasiakan pertanyaan-pertanyaan pemeriksaan karena merupakan rahasia negara.
Menurut Basuki, salah satu yang ditanyakan adalah alasan Basuki tetap membeli lahan RS Sumber Waras seluas 3,7 hektar. Padahal, Dinas Kesehatan DKI tidak merekomendasikan pembelian lahan di sana.
"BPK tanya, Dinkes sudah nyatakan tanah ini enggak dijual dan sarankan beli RS kanker di Sunter, pakai lahan bekas kantor Jamkesda untuk (pembangunan) RS jantung. Kenapa kamu (Basuki) enggak mau (ikuti rekomendasi Dinkes DKI)?" kata Basuki menirukan pertanyaan auditor BPK, di Balai Kota, Senin (7/12/2015).
Kepada auditor BPK, Basuki mengaku sudah mendisposisikan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah untuk menganggarkan pembangunan RS kanker dan jantung sesuai aturan.
BPK kemudian bertanya lagi, kenapa akhirnya Basuki tetap membeli lahan RS Sumber Waras.
"YKSW (Yayasan Kesehatan Sumber Waras) masukkan surat ke kami yang menyatakan kalau mereka mau jual lahan. Mereka bersedia menjual lahan sesuai harga NJOP (nilai jual obyek pajak)," kata Basuki.
BPK juga menanyakan alasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI akhirnya batal membangun RS jantung.
Sedianya, Pemprov DKI akan membangun RS jantung di lahan bekas kantor Jamkesda di Jalan Kesehatan, Jakarta Pusat.
Karena lahan di sana tidak terintegrasi dengan RSUD Tarakan, Basuki membatalkan pembangunan RS jantung.
Akhirnya, Pemprov DKI memfungsikan RSUD Tarakan untuk pemulihan penyakit jantung.
"Terus saya ditanya lagi, kenapa saat rapim (rapat pimpinan), Anda mengatakan bahwa beli lahan pakai NJOP dan harga appraisal (taksiran) boleh? (Saya jawab) itu diatur oleh undang-undang dan perpres. Jadi, lahan di bawah lima hektar boleh dibeli pakai harga pasar," kata Basuki.
Basuki menjelaskan, YKSW menawarkan pembelian sesuai NJOP. Akhirnya, pembelian lahan RS Sumber Waras disepakati menggunakan NJOP.
"Saya bisa saja main mata sama dia, 'Eh belinya pakai harga pasar saja, nanti lebihnya kasih ke saya.' Itu baru betul kamu boleh curiga sama saya," kata Basuki.
Basuki mengatakan, Pemprov DKI membeli lahan sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 beserta turunannya, dengan nilai harga tanah sesuai NJOP tahun 2014.
Nilai transaksi sudah termasuk nilai bangunan dan seluruh biaya administrasi.
Penetapan NJOP berdasarkan zonasi sebagai satu hamparan tanah (satu nomor obyek pajak menghadap Jalan Kyai Tapa) yang ditetapkan sejak tahun 1994 sesuai database yang diserahkan oleh Kementerian Keuangan, lebih spesifik lagi oleh Ditjen Pajak.
Adapun total pembelian lahan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta sesuai dengan NJOP, yakni Rp 755 miliar.
Selain itu, bukti formal sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas lahan tersebut menunjukkan alamat Jalan Kyai Tapa.
Sesuai dengan hasil taksiran, nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 adalah Rp 904 miliar. Artinya, kata Basuki, nilai pembelian Pemprov DKI Jakarta jauh di bawah harga pasar.
"Jadi, bagaimana Anda bisa curiga kami mempermainkan harga ini? Kamu (BPK) tanya kenapa RS Sumber Waras di Jalan Kyai Tapa, bukan di Jalan Tomang Utara. Ya, saya dari lahir juga (RS Sumber Waras) sudah ada di Jalan Kyai Tapa. Lo tanya dong sama BPN (Badan Pertanahan Nasional), jangan sama gue. Mana gue tahu," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.