JAKARTA, KOMPAS.com — Namanya Hasnaeni Moein, salah seorang kader dari Partai Demokrat. Namun, dia lebih dikenal dengan sebutan "Wanita Emas".
Kemarin, Hasnaeni menyambangi warga yang tinggal di kolong Tol Penjaringan, Jakarta Utara. Dia datang dengan menumpang bajaj.
Rombongan Hasnaeni pun mengikuti dari belakang dengan membawa segepok uang dan sembako. Anak-anak disuruh berbaris rapi agar si "Wanita Emas" itu bisa membagikan selembar uang Rp 5.000.
Anak-anak dan ibu-ibu juga berebut mengambil bungkusan mi instan, susu cair, dan makanan ringan.
Semua itu dia lakukan sambil menjelaskan kepada masyarakat mengenai niatnya untuk maju dalam Pilkada DKI 2017.
"Iya, insya Allah sih kalau masyarakat menginginkan saya menjadi ibu dari mereka, saya siap-siap saja (jadi gubernur) karena saya sangat prihatin sekali lihat kondisi dan keadaan seperti ini," ujar Hasnaeni, Sabtu (23/1/2016).
Hasnaeni membantah bahwa kegiatan kemarin merupakan bentuk politik uang. Menurut dia, bagi-bagi uang itu dia lakukan karena prihatin dengan anak kecil yang tinggal di kolong jembatan.
"Kami membagikan uang ke anak kecil itu karena rasa empati saya ke masyarakat," ucap Hasnaeni.
"Karena anak-anak kecil tinggal di kolong jembatan ini dan sebagai bentuk perhatian saya ke anak-anak, jadi tidak ada kampanye-kampanye," kata dia.
Masih berambisi
Sudah beberapa kali Hasnaeni mengikuti proses pemilihan umum. Pada tahun 2010, Hasnaeni pernah menjadi bakal calon wali kota Tangerang Selatan dengan menggandeng Saipul Jamil.
Namun, di pertengahan jalan, bakal calon wakilnya mengundurkan diri. Pada akhirnya, Hasnaeni batal mendaftar menjadi calon wali kota Tangerang Selatan.
Gagal di Tangerang, Hasnaeni tidak menyerah dan kembali mencoba peruntungan untuk maju dalam Pilkada DKI 2012.
Awalnya, Hasnaeni percaya diri melenggang di bursa cagub dengan mengandalkan dukungan dari 25 partai koalisi non-parlemen atau partai-partai kecil yang tidak mendapat kursi di parlemen.
Namun, dia kembali gagal mendaftar ke KPUD DKI. Kejadian itu sempat ramai karena Hasnaeni merasa tertipu oleh partai pendukungnya.