Ani, pekerja rumah tangga (PRT) di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, itu akhirnya bisa kabur dari cengkeraman majikannya. Kisah Ani bermula ketika gadis asal Bogor itu diajak ke Jakarta tahun 2007.
Ada keluarga Ani yang mengenal Meta Hasan Musdalifah (40 tahun), yang belakangan menjadi tersangka utama penganiaya Ani.
Ani diizinkan keluarganya untuk pergi mengikuti Meta.
Meta menjanjikan, selain dipekerjakan, Ani akan disekolahkan. Ketika itu Ani masih 12 tahun.
Janji untuk disekolahkan ternyata omong kosong belaka. Pada tahun 2007 itu, sosok asli majikan mulai terkuak. Ani mengaku sejak awal sudah mengalami penganiayaan.
Selama bekerja, Ani tak dapat berkomunikasi dengan keluarga. Kalau dicari keluarga, Meta akan beralasan bahwa Ani sedang dibawa ke luar kota. Padahal, itu hanya modusnya untuk mengisolasi Ani dari dunia luar dan orangtuanya.
Ani dianiaya
Berbagai kekerasan diterima Ani. Bentuk kekerasan itu amat beragam, bahkan akhirnya meninggalkan bekas luka permanen. Hal paling sadis yang dialami Ani yaitu pernah ditempeli setrika dan disiram air panas.
Salah sedikit, Meta akan menganiaya Ani.
Belakangan,, perbuatan Meta dibantu oleh salah satu sopirnya, Ari.
Bukan hanya Ani yang menjadi korban. Penganiayaan juga menimpa tiga PRT lain di rumah itu, yakni Erni (20), Musa (20), dan Wardi (20). Nasib ketiganya tak jauh berbeda. Namun, Ani yang paling parah.
Ani pernah dipaksa memakan kotoran kucing peliharaan majikannya. Ani juga disebut mengalami kekerasan seksual.
Tak tahan dianiaya, Ani sempat mencoba bunuh diri tiga kali.
Adanya penyiksaan di rumah Meta sebenarnya tercium para tetangga. Mereka kerap mendengar jeritan minta tolong dari dalam rumah Meta. Namun, ketika tetangga mencoba mencari tahu, mereka malah dimarahi pemilik rumah.
Pengurus warga bahkan ada yang diancam karena hal ini.
"RT-nya pernah dipanggil mau digebukin. Mau dituntut kita. Penganiayaannya sudah sering," kata Ketua RW 12, Sugiarti, Selasa (9/2/2016).
Ani akhirnya bisa kabur pada Selasa (9/2/2016) pagi. Dengan seutas kabel antena, Ani melarikan diri dengan cara turun dari rumah berlantai dua itu. Setelah itu, ada warga yang berbaik hati dan menolong Ani.
Mulanya, Ani dibawa ke Pos Polisi Kebon Sereh, yang jaraknya sekitar 10 menit perjalanan dari rumah majikan Ani.
Laporan Ani ditanggapi. Gadis itu kemudian dibawa ke Mapolsek Matraman. Di Polsek, Ani diperiksa penyidik. Beberapa saat setelah memeriksa, polisi memutuskan menggerebek rumah Meta.
Ternyata Meta tak berada di rumah. Namun, polisi mengumpulkan beberapa bukti, yang diduga terkait penganiayaan Ani. Salah satunya gagang kayu yang masih terdapat bercak darah.
Ari, sopir Ani, ditangkap atas dugaan keterlibatannya.
Keesokan hari, Meta, terduga pelaku utama sekaligus otak penganiayaan, menyerahkan diri. Meta dan Ari kemudian ditahan petugas.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Angraini mengatakan, kekerasan yang menimpa Ani sudah berlangsung lama. Lita menilai, kalau saja Ani tak kabur, perbuatan pelaku dapat mengancam nyawa korban.
"Kalau tidak (kabur), bisa lebih fatal dan mengancam nyawa," ujar Lita dalam konferensi pers bersama LBH Apik di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta Timur, Jumat.
Belum pulih
Ani masih dirawat di RS Polri. Ia menderita trauma dan belum pulih.
"Kondisinya masih dirawat dan diinfus," kata Lita, Minggu kemarin.
Luka Ani masih cukup parah dan tersebar di sekujur tubuhnya. Kondisi demikianlah yang membuat Ani harus mendapatkan perawatan lama.
"Karena lukanya cukup membekas," kata Lita.
Staf Pelayanan Hukum LBH Apik Uli Pangaribuan mendesak agar pelaku menjalani proses hukum sesuai perbuatannya.
"Mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku Meta Hasan Musdalifah dengan jeratan pelanggaran berlapis dari penganiayaan, penyekapan, upah yang tidak dibayar," ujar Uli.
Uli juga berharap agar pemerintah hadir bagi korban. Selain itu, ia berharap masyarakat memperhatikan lingkungan di sekitarnya agar jangan sampai ada kasus kekerasan PRT semacam itu.
Meta dan Ari akan dikenakan Pasal 44 Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.