Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2016, 19:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta mempertimbangkan untuk menghapus 28 trayek dari total 54 trayek metromini.

Selain mati karena ketiadaan armada, trayek-trayek itu berimpitan lebih dari 50 persen atau memotong lebih dari tiga jalur transjakarta.

Kepala Bidang Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Masdes Arroufi, Senin (29/2), menyebutkan, berdasarkan hasil evaluasi, ada 26 trayek metromini yang layak dipertahankan berdasarkan efektivitasnya.

Pihaknya akan menghapus atau menggabungkannya dengan jalur transjakarta.

Selama ini, Metro Mini melayani 58 persen dari total 93 trayek bus ukuran sedang di Jakarta.

Sisa trayek dilayani empat operator lain, yakni Kopaja, Kopami Jaya, Koantas Bima, dan Dian Mitra.

Temuan itu merupakan hasil terbaru dari proses penataan ulang trayek angkutan Ibu Kota.

Sebelumnya, belasan trayek bus ukuran besar diketahui berimpitan dengan transjakarta.

Sebanyak 81 trayek bus besar lintas batas wilayah provinsi dinilai melanggar ketentuan tentang angkutan jalan karena izinnya diterbitkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Masdes menambahkan, evaluasi masih berlangsung. Setelah bus besar dan sedang, evaluasi dilakukan terhadap bus kecil, seperti mikrolet.

Penataan ulang trayek ditempuh untuk menciptakan pola operasi yang efisien, mampu mengangkut penumpang dalam jumlah lebih besar, serta memberikan standar pelayanan yang lebih baik.

Direktur Utama PT Metro Mini Nofrialdi membenarkan, sebagian trayek metromini telah mati karena tak ada armada yang melayani atau karena sepi penumpang. Namun, dia tidak tahu persis berapa jumlahnya.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah menambahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan lagi membatasi jumlah operator yang melayani angkutan umum Jakarta.

Sebelumnya, berdasarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 294 Tahun 2000, bus ukuran sedang dibatasi lima operator.

"Ke depan, semua operator boleh daftar asal memenuhi syarat dan kriteria yang ditetapkan pemerintah, yakni terdaftar di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan berkontrak dengan PT Transjakarta," ujarnya.

Menurut Andri, selain memastikan armada layak jalan, pemerintah menata ulang trayek dan memastikan semua operator berkontrak dengan Transjakarta.

Integrasi jadi lebih mudah dan operator terikat untuk menerapkan standar pelayanan minimal.

Batas usia

Sejumlah operator angkutan umum Jakarta menyatakan sepakat dengan penataan yang ditempuh pemerintah.

Namun, mereka keberatan dengan pembatasan usia kendaraan yang maksimal 10 tahun oleh Pemprov DKI yang mendasarkan kebijakan pada Pasal 151 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dari unsur pengusaha angkutan, Donny Andi Saragih, menyatakan, tak tepat mengaitkan kelayakan jalan dan ramah lingkungan dengan membatasi usia pakai.

Sebab, kendaraan yang dirawat dengan baik sesuai kondisi idealnya akan tetap bisa memenuhi aspek layak jalan meski usianya lebih dari 10 tahun.

"Kendaraan yang berusia dua tahun pun belum tentu bisa mendapat sertifikasi layak jalan. Usia bukan penentunya, melainkan proses pengujian kendaraan," kata Donny.

Investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Kusnendi Soeharjo, sepakat dengan pembatasan usia kendaraan angkutan umum.

Namun, ketentuan itu harus didasari dengan alasan yang kuat. "Asal dirawat dengan baik, komponen baik, kendaraan bisa tetap jalan dengan baik," ujarnya.

Pembatasan usia kendaraan umum, kata Kusnendi, berpotensi memindahkan masalah ke daerah lain.

Sebab, kendaraan yang sudah dianggap tak layak di Jakarta masih mungkin diizinkan beroperasi di daerah lain.

Oleh karena itu, kebijakan pembatasan usia harus integral dengan daerah lain. Andri Yansyah menyatakan, pihaknya sebatas menjalankan aturan.

"Jika tidak setuju, silakan tempuh prosedur untuk revisi. Perda itu produk legislasi Dewan (DPRD)," ujarnya. (MKN)


---

Artikel ini sebelumnya dimuat dalam Harian Kompas, edisi Selasa 1 Maret 2016, dengan judul "Hapus 28 Trayek Metromini"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com