Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah memerintahkan untuk membongkar gubuk liar di kolong tersebut. (Baca: Cerita Warga yang Ditertibkan dari Kalijodo Kini Digusur dari Tol Pluit).
Pemerintah mengultimatum warga kolong untuk angkat kaki dalam waktu 1x24 jam sejak Senin (29/2/2016) sore.
Kolong Tol Pluit ini menjadi pemukiman bagi warga berpenghasilan rendah. Kebanyakan, mereka yang tinggal di sana adalah buruh serabutan yang mengadu nasib di Jakarta.
Ada pula yang mengaku sudah memiliki KTP DKI Jakarta. Mereka tinggal di gubuk-gubuk semi permanen di sana.
Ada yang menyewa, ada pula yang memilikinya sendiri. Gubuk-gubuk liar di kolong tol yang berdampingan dengan Jalan Kepanduan I itu dinilai tidak layak huni.
Tidak ada saluran air lingkungan atau got dan tidak ada tempat sampah yang memadai di sana. (Baca: Warga di Kolong Tol Pluit Mulai Beres-beres Jelang Penertiban).
Selain itu, untuk tempat mandi cuci kakus (MCK), warga pada umumnya mengandalkan toilet umum.
Saat musim hujan tiba, jalanan di sekitar pemukiman kolong Tol Pluit tersebut menjadi berlumpur.
Rata-rata adalah bangunan semi permanen berukuran dari 3x3, 3x4, sampai 3x5 meter persegi.
Ada yang berlantai semen, keramik, atau masih berupa tanah liat. Dindingnya kebanyakan terbuat dari tripleks, dengan atap asbes.
Hanya satu dua gubuk yang memiliki tembok. Itu pun, tembok setengah permanen yang dibangun di gubuk tersebut.
Jalan depan gubuk, tidak beraspal alias tanah merah. Kalau malam, jalan di dalam kolong tol ini tampak gelap. (Baca: Perintah Ahok soal Penertiban Kolong Tol Pluit Segera Dilaksanakan).
"Kita di sini listrik nyambung ke orang yang punya listrik. Saya enggak tahu bagaimana caranya pokoknya setiap bulan saya bayar Rp 25.000 ke orang yang namanya Rudi," kata seorang perempuan di kolong tol tersebut, Selasa (1/3/2016).
Beberapa warga lain enggan berbicara detail bagaimana listrik bisa masuk ke kawasan abu-abu itu.
"Adalah Mas, itu urusan suami saya. Saya enggak tahu," ujar warga lainnya kemudian memalingkan muka.
Meskipun tinggal di gubuk-gubuk semipermanen, rata-rata warga memiliki televisi, kulkas, kipas angin, dan lampu rumah.
Namun, instalasi seperti meteran listrik, sama sekali tidak terlihat di antara ratusan gubuk di sana.
Beberapa kali ditertibkan
Menurut warga, kolong tol ini sudah beberapa kali ditertibkan. Seorang warga menyebutkan, kolong tol ini dua sampai tiga kali ditertibkan dalam enam tahun terakhir.
Namun, warga kembali mendirikan lagi bangunan semipermanen di sana.
"Dari tahun 2010, saya tinggal di sini, sudah tiga kali (penertiban). Waktu (pemukiman) terakhir dibongkar, saya pulang kampung, tetapi balik lagi ke sini dan bangun lagi rumah," ujar seorang warga kolong tol itu, Jumat (26/2/2016).
Namun, asal ada uang, warga mengaku bisa membuat "KTP tembak" di wilayah lain. Ada warga yang mengatakan bahwa pengelola tol berbaik hati dengan membiarkan adanya hunian di kolong tol itu.
Asalkan, warga dapat menjaga dan tidak merusak lahan. "Asal jangan sampai ada kebakaran. Bisa bahaya mobil di atasnya. Kalau ada kebakaran digusur," ujar warga.
Padahal, aturannya jelas. Ada papan larangan untuk mendirikan bangunan tanpa izin dan tempat usaha lainnya di area kolong tol itu.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan, bagaimana pemukiman liar ini tetap eksis bertahun-tahun?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.