Walau demikian, ada juga yang merasa keberatan. "Bisingnya bunyi pesawat bisa mengganggu proses belajar-mengajar dan waktu tidur yang berharga. Belum lagi polusi udara dan faktor keamanan apabila terjadi musibah. Saya ingat ada korban penduduk karena pesawat jatuh di permukiman sekitar Bandara Polonia, Medan," tutur Darwina Widjajanti, seorang warga, dalam surat pembaca ke Kompas, 23 Februari lalu.
Kekhawatiran Darwina beralasan, mengingat saat ini kawasan sekitar lapangan terbang itu sudah padat. Bahkan, tak sampai 300 meter dari ujung utara landasan pacu, sudah terdapat rumah-rumah dua lantai.
Meski demikian, urusan keselamatan ternyata tak jadi kekhawatiran terbesar warga. "Urusan umur, sih, kita tidak tahu, ya?" ujar Sylvia Bambang (53), warga Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur. Rumah Sylvia terletak persis di jalur pendaratan dan lepas landas di sebelah utara ujung landasan pacu.
Bagi Sylvia, kekhawatiran utamanya jika Pondok Cabe jadi bandara komersial adalah kebisingan suara pesawat yang akan bertambah. "Yang pasti bakal berisik banget! Sekarang saja, kalau TNI lagi latihan, berisiknya sampai malam," ujarnya.
Bagi warga sekitar, segala aktivitas di lapangan terbang ini sudah menjadi bagian hidup sehari-hari. Setiap hari selalu ada helikopter atau pesawat lepas landas dan mendarat di sana.
Pada hari-hari tertentu, TNI menggelar latihan terjun payung yang selalu menjadi tontonan gratis warga. Kadang-kadang Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) juga menggelar latihan atau kejuaraan terbang layang dengan pesawat-pesawat glider tak bermesin.
Anak sekolah dasar dan taman kanak-kanak juga kerap berkunjung ke lapangan terbang itu untuk studi wisata.
Fungsi terbatas
Menurut Wianda, Lapangan Terbang Pondok Cabe mulai dibangun Pertamina pada 1972 sebagai basis pesawat-pesawat milik Divisi Penerbangan Pertamina. Divisi penerbangan ini adalah cikal bakal PT PAS.
"(Waktu itu) untuk mendukung misi Pemerintah Republik Indonesia dalam program transmigrasi dan menjadikan pesawat PT PAS sebagai alat angkut cadangan nasional. Selain itu, Pondok Cabe juga mendukung operasional kontraktor production sharing dan perusahaan migas di Indonesia," ujarnya.
Periode 1975-1984, dilakukan pengembangan lapangan terbang itu dengan pembebasan lahan dan pembangunan berbagai infrastruktur, seperti perpanjangan landasan pacu, penambahan apron, dan hanggar.
Oma Komarudin (66), mantan pegawai PT PAS yang tinggal di Perumahan Bumi Pelita Kencana, Pondok Cabe Udik, mengenang, waktu itu jumlah pesawat dan helikopter yang beroperasi belum sebanyak sekarang. Jalanan sekitarnya juga belum macet.
"Dulu setiap hari saya hidup di jalan, antar-jemput dari Kemayoran dan Bogor. Dulu tak ada macet, dari Bogor sampai Pondok Cabe paling satu jam lebih sedikit," tutur Oma yang bekerja sejak 1972 ini.
Sejak penutupan Bandara Kemayoran pada 1985, penghuni Pondok Cabe bertambah. Selain PAS, lapangan terbang itu juga menjadi basis operasi Polisi Udara, Penerbang TNI AL, Skuadron 21/Serba Guna Penerbang TNI AD, dan Persatuan Olah Raga Terbang Layang Jakarta Raya (Portela Jaya).
Zaman perang