Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata "Reklamasi" yang Memanaskan Suasana

Kompas.com - 06/04/2016, 20:17 WIB

KOMPAS.com - Ibu-ibu bercengkerama di teras rumah, Selasa (5/4) siang. Angin dari laut di depan rumah mereka berembus pelan.

"Kalau anginnya kencang, debu pulau itu sampai ke rumah," ucap Tumin (42), menunjuk sebuah pulau yang berjarak sekitar 200 meter dari pesisir.

Ayah dua anak ini adalah warga RT 005 RW 004, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.

Aktivitas di pulau itu sangat sibuk. Truk hilir mudik membawa muatan material. Ekskavator terus memutar belalainya mengambil pasir.

Beberapa pekerja beraktivitas di bangunan yang berderet rapi di tengah pulau. Padahal, sejak tujuh bulan lalu, Pemprov DKI telah melayangkan surat perintah bongkar karena bangunan itu tidak memiliki izin mendirikan bangunan.

Warga lainnya, Sagir (48), menyampaikan, aktivitas di pulau reklamasi yang berlangsung 24 jam menyiksa mereka.

"Belum lumpur yang bikin ikan, udang, dan kerang hilang. Pendapatan nelayan semakin turun," katanya.

Apa yang dialami warga Kamal Muara juga dirasakan warga Muara Angke. Sebagian besar dari mereka sangat anti reklamasi.

Saat sosialisasi Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta bulan lalu, misalnya, beberapa warga emosi saat kata reklamasi diucapkan perwakilan pemerintah.

Raperda ini kini menyeret sejumlah orang dalam kasus korupsi, terkait dugaan jual-beli pasal.

Menjaring konsumen

Selasa sore, suasana salah satu gerai di Mal Baywalk cukup ramai. Sebuah maket pulau berukuran sekitar 3 meter x 5 meter penuh bangunan di depan gerai menarik minat pengunjung.

Beberapa pengunjung singgah melihat maket itu lalu mengobrol dengan pegawai pemasaran bersetelan necis, berjas.

Karyawan ini sangat ramah, tetapi dengan cepat melarang saat maket itu akan difoto.

Corporate Secretary Agung Podomoro Land Justini Omar menuturkan, maket itu hanya sebagai contoh untuk memberi bayangan kepada pelanggan loyal perusahaannya.

"Maket itu sebagai tes pasar untuk menarik minat pelanggan kami. Sejauh ini hasilnya positif," kata Justini.

Maket pulau yang sama, ataupun pulau lainnya, sering kali ditemui di sejumlah medium iklan.

Seperti di billboard di pinggir jalan, televisi, bahkan di layar monitor kecil di pesawat. Maket pulau dan iklan ini beberapa waktu lalu diprotes banyak pihak.

Sebab, pulau reklamasi yang ada saja belum terbangun dan masih menjadi kontroversi. Dengan demikian, belum layak untuk disebarluaskan.

Pro dan kontra

Reklamasi Teluk Jakarta memang penuh kontroversi. Sepanjang sejarahnya, perseteruan selalu ada.

Namun, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memastikan akan melanjutkan reklamasi.

"Kita bisa berdebat soal teknik reklamasi, tetapi sebagai gubernur, saya akan melanjutkannya. Namun, saya harus memastikan reklamasi bermanfaat bagi warga Jakarta," tutur Basuki di Balai Kota Jakarta, Senin (4/4) pagi.

Perseteruan soal reklamasi seumur dengan ide reklamasi itu sendiri dan menjadi "beban turunan" bagi kepala daerah yang tengah menjabat.

Khusus di Teluk Jakarta, ceritanya berlangsung sejak 1979 ketika PT Harapan Indah dari Grup Dharmala Intiland mereklamasi pantai untuk perumahan.

Proyek ini dinilai berhasil dan memunculkan gagasan memperluas proyek hingga 1.500 meter ke arah laut berkedalaman 4,5-5 meter.

Tahun 1981, proyek reklamasi itu berlanjut ke Ancol, Jakarta Utara. Lalu, pada 1992 di hutan bakau Kapuk oleh PT Mandara Permai.

Pada 1994 muncul rencana reklamasi seluas 2.000-2.500 hektar yang akhirnya berbuah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 8/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Sejak itu pro-kontra reklamasi pasang dan surut. Rencana reklamasi di Kapuk oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI), misalnya, telah dimulai sejak tahun 1991.

Namun, adu kuat kepentingan membuatnya maju mundur, terutama terkait keberadaan 1.160 hektar sawah irigasi teknis.

Pada Januari 1996, DPRD Jawa Barat menolak permohonan Gubernur Jawa Barat untuk pengesahan kerja sama Pemerintah Daerah Jawa Barat dengan PT KNI.

Pro-kontra juga sampai ke ranah pengadilan. Tahun 2011, misalnya, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan peninjauan kembali (PK) yang memenangkan gugatan sejumlah pengembang terkait Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup No 14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.

SK itu sempat menghentikan reklamasi sementara waktu. Namun, pengerjaan reklamasi berlanjut pasca terbitnya putusan PK itu.

Setahun terakhir, gugatan terkait reklamasi Teluk Jakarta telah dua kali sampai di Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada April 2015, gugatan dilayangkan Jakarta Monitoring Network, lalu koalisi yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan Teluk Jakarta beberapa bulan kemudian.

Mereka menggugat Gubernur Jakarta terkait penerbitan izin pembangunan Pulau G. Pro-kontra sepertinya belum segera berakhir.

Timbul tenggelam mengikuti zaman, melekat sebagai beban turunan. Entah sampai kapan. (JAL/MKN)

 

------

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Kata "Reklamasi" yang Memanaskan Suasana".

 

Kompas TV Ahok Tantang Penggugat Reklamasi ke PTUN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com