Pasang surut
Mahmud (60) yang pernah menjadi penjual ikan bersama ayahnya di tempat pelelangan ikan mengatakan, puncak keramaian tempat pelelangan ikan terjadi tahun 70-an.
"Dulu, kalau ramai, tidak ada tempat untuk bergerak. Orang jalan saja susah, apalagi mau bawa barang. Sejak subuh, orang-orang sudah ramai datang ke sini," ucap ayah dua anak ini, Kamis (7/4).
Suarto (53), penjaga toko kerajinan kerang milik ibunya, menyampaikan hal senada. "Sampai tahun 80-an, Pasar Ikan masih ramai. Bukan cuma dikenal sebagai pemasok ikan terbesar di Jakarta, melainkan juga dikenal sebagai sentra kuliner laut dan sentra kerajinan laut," tuturnya seperti dikutip buku Batavia 1740 Menyisir Jejak Betawi (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010).
Sanang, salah seorang pengojek sepeda, menambahkan, pada tahun-tahun itu, setiap hari ia bisa mengantar sampai 10 wisatawan asing.
"Pendapatan kami tahun 80-an memang cuma Rp 15.000. Namun, sepiring nasi sayur dan telur kala itu cuma Rp 50," ucap Sanang.
Menurut dia, setelah dibuka pelelangan ikan di Muara Baru dan Muara Angke, pelelangan ikan di Kampung Luar Batang sepi.
Revitalisasi
Meski bisnis laut dan ikutannya kian lesu, lingkungan Pasar Ikan makin dipadati permukiman, toko, dan rumah toko liar. Pasangan Muksin (64)-Komariah (54) yang ditemui pada Jumat (8/4) mengatakan, bersama saudara-saudarinya, mereka kini memiliki 12 toko. "Zaman ayah saya, tahun 1962, jumlah toko di sini cuma 15. Sekarang, kan, sudah ratusan," kata Komariah di sela membongkar bangunan.
Ya, hari itu, sebagian besar pemilik toko membongkar bangunan mereka. Pasar Ikan akan direvitalisasi sebagai kawasan wisata bahari. Batas akhir pembongkaran, Minggu. Hari ini, seluruh bangunan di lingkungan empat RT di RW 004 Penjaringan akan dibongkar.
Wali Kota Jakarta Utara Rustam Efendi, Minggu, mengatakan, 396 kepala keluarga (KK) di RW 004 mendapatkan unit rusunawa. Sejumlah 360 KK di antaranya sudah mendaftar, 262 KK sudah mendapat kunci, dan sisanya 136 KK sudah tinggal di rusun.
Rencana revitalisasi ini disambut baik sejarawan Jakarta, Kartum Setiawan. "Langkah ini setidaknya akan memicu kebangkitan empat dari 12 destinasi wisata di Jakut," ucapnya.
Keempat destinasi itu adalah Museum Bahari, Masjid Luar Batang, Museum Menara Syahbandar, dan cagar budaya Galangan Kapal VOC (Verenigde Oostindische Compagnie).
"Yang perlu mendapat perhatian adalah penataan kembali arus lalu lintas di kawasan ini yang masih didominasi truk-truk peti kemas. Perlu dipikirkan pembangunan jalan layang langsung menuju kawasan pergudangan dan pelabuhan," tutur Ketua Komunitas Jelajah Budaya itu. Selain itu, perlu juga areal parkir kendaraan.
Candrian menambahkan, warga yang memiliki usaha kerajinan dan kuliner terkait wisata bahari serta sejarah urban etnis sebaiknya diprioritaskan menghidupkan kawasan yang disebut Bung Karno menjadi kawasan terindah. Tentu saja, dengan persepsi tentang keindahan yang berbeda.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Yang Terindah bagi Bung Karno".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.