Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Audit BPK soal Sumber Waras yang Buat Ahok Uring-uringan

Kompas.com - 13/04/2016, 08:28 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2014 menjadi titik awal kekesalan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kepada lembaga audit keuangan negara tersebut.

Dalam laporan itu, BPK mendapat 70 temuan dalam laporan keuangan daerah senilai Rp 2,16 triliun. Salah satunya, pengadaan tanah RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai.

Nilai kerugiannya diindikasi sebesar Rp 191 miliar.

Pemprov DKI membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014. BPK menilai, lahan seluas 3,6 hektar itu tidak memenuhi syarat yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI.

Selain itu, lahan tersebut tidak siap bangun karena tergolong daerah banjir dan tidak ada jalan besar. Tak hanya itu, BPK menyebut, nilai jual obyek pajak (NJOP) dari lahan yang dibeli Pemprov DKI sekitar Rp 7 juta per meter. Namun, DKI malah membayar NJOP sebesar Rp 20 juta.

Ahok selama ini berkeyakinan, pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras dilaksanakan dengan proses administrasi yang benar. Ia tak mengakui audit BPK terkait RS Sumber Waras itu. Bahkan, Ahok tak jarang menyebut BPK tendensius.

Ahok juga sudah dimintai keterangan perihal itu oleh BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sikapnya masih sama, yaitu yakin tidak ada kesalahan prosedur pembelian lahan RS Sumber Waras dan menyebut audit BPK ngaco.

"Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa. Orang jelas BPK-nya ngaco begitu, kok," kata Ahok di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/4/2016).

Kronologi

Ahok mengakui, niat pembelian lahan RS Sumber Waras muncul ketika sejumlah pekerja di rumah sakit tersebut berdemo di depan Balai Kota. Mereka mengadu akan di-PHK, sementara lahan RS akan diubah menjadi mal oleh PT Ciputra Karya Utama.

Ahok geram dan berjanji bakal membeli lahan RS Sumber Waras tersebut. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta sempat merekomendasikan Ahok untuk tidak membangun rumah sakit di lahan RS Sumber Waras karena tidak laik dan masih terikat dengan pihak swasta.

Dinkes DKI Jakarta memberi alternatif lokasi lain untuk pembangunan RS khusus kanker dan jantung.

"Saya langsung disposisi ke Sekda untuk segera dianggarkan pembangunan (RS) sesuai aturan. Artinya apa? Saya enggak ngebet beli RS Sumber Waras. Bagi saya, yang penting, Jakarta ada RS kanker dan jantung tambahan. RS yang ada sudah penuh," kata Ahok.

Kronologi:

  • Pada 27 Juni 2014, YKSW menyatakan bersedia menjual sebagian lahan mereka. Mereka pun memasang NJOP sekitar Rp 20 juta untuk lahan tersebut. NJOP tersebut sama dengan sebagian lahan milik RS Sumber Waras lainnya yang dikelola oleh Yayasan Sumber Waras yang memiliki akses ke Jalan Kyai Tapa.
  • Pada 8 Juli 2014, Ahok mendisposisikan surat tersebut kepada Andi Baso Mappapoleonro, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, untuk mempersiapkan anggaran.
  • Pada 14 November 2014, Dinas Kesehatan DKI mengeluarkan kajian terhadap lahan RS Sumber Waras. Hasilnya, lahan RS Sumber Waras memenuhi beberapa syarat kelaikan, yakni tanah bersifat siap pakai, bebas banjir, akses jalan besar tersedia, jangkauan luas, dan luas lahan yang lebih dari 2.500 meter persegi.
  • Pada 10 Desember 2014, Pemprov DKI resmi menunjuk lokasi pembelian lahan.
  • Pada 11 Desember 2014, pihak Yayasan Kesehatan Sumber Waras membatalkan perjanjian dengan PT Ciputra Karya Utama. Kemudian, mereka mengalihkan kerja sama kepada Pemprov DKI.
  • Pada 15 Desember 2014, Bendahara Umum Pemprov DKI mentransfer uang senilai Rp 800 miliar ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membeli lahan tersebut.
  • Pada 30 Desember 2014, Dinas Kesehatan DKI membayar lahan kepada RS Sumber Waras dalam bentuk cek. 
  • Pada 31 Desember 2014, cek tersebut pun dicairkan oleh pihak RS Sumber Waras.

Pembelaan Ahok

Saat Rapat Paripurna penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) APBD 2014 pada 16 September 2015, Ahok menjelaskan, pengadaan RS Sumber Waras merupakan hasil kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif pada Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2014.

Dalam pelaksanaan program itu, kata Ahok, Pemprov DKI melakukan pengadaan lahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 beserta turunannya dengan nilai harga tanah sesuai NJOP tahun 2014. Nilai transaksi sudah termasuk nilai bangunan dan seluruh biaya administrasi, atau dengan kata lain Pemprov DKI tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lainnya.

Penetapan NJOP berdasarkan zonasi sebagai satu hamparan tanah (satu nomor obyek pajak menghadap Jalan Kyai Tapa) yang ditetapkan sejak tahun 1994 sesuai basis data yang diserahkan oleh Kementerian Keuangan cq Dirjen Pajak.

Adapun total pembelian lahan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta sesuai dengan NJOP, yakni Rp 800 miliar, dengan berbagai keuntungan karena tidak harus membayar biaya administrasi lainnya. Selain itu, bukti formal sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas lahan tersebut menunjukkan alamat di Jalan Kyai Tapa.

Sesuai dengan hasil taksiran, nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 Rp 904 miliar. Artinya, kata Basuki, nilai pembelian Pemprov DKI Jakarta jauh di bawah harga pasar.

Audit BPK dan keterangan Ahok

KPK hingga saat ini masih melakukan penyelidikan terkait adanya laporan kerugian negara dalam pembelian lahan milik RS Sumber Waras. Salah satunya, KPK berupaya membandingkan temuan BPK dan keterangan yang diberikan Ahok.

"Kami mencoba meng-crosscheck, kan sudah kami pegang data audit dari BPK. Kemudian ditanyakan, aturan yang dipakai BPK untuk membuat itu apakah sudah sesuai," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.

KPK hingga kini masih mengumpulkan bukti perihal kasus itu. Mereka juga belum menemukan adanya niat jahat dari penyelenggara negara dalam proses pembelian lahan itu.

Kompas TV Ahok Diperiksa KPK 12 Jam Lebih
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com