Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Ancaman Ahok Digugat dan Rekomendasi Penghentian Reklamasi

Kompas.com - 18/04/2016, 09:29 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekurangnya, tiga pihak sudah merekomendasikan untuk menghentikam proyek reklamasi terkait masalah aturan hukum. Mereka adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, DPR RI, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Susi menegaskan, pemerintah pusat dan parlemen sepakat untuk meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghentikan sementara proses reklamasi Teluk Jakarta sampai semua ketentuan dalam perundang-undangan dipenuhi.

Hal itu sesuai hasil rapat Susi dengan Komisi IV DPR RI sebelumnya. Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron yang meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penghentian proyek reklamasi.

"Komisi IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah c.q Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses pembangunan proyek reklamasi pantai Teluk Jakarta, dan meminta untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Herman.

Estu Suryowati Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar konferensi pers di kediamannya, merespons kesepakatan rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI tentang penghentian sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Susi pun menjelaskan kronologis sikap pemerintah soal reklamasi Teluk Jakarta beserta dasar hukum, baik yang masih berlaku maupun yang sudah berubah.

Menurut Susi, selama ini, tidak ada pengaturan reklamasi secara nasional sampai diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir. Adapun keputusan reklamasi pantai utara (pantura) dilakukan pada tahun 1995 atau sebelum terbitnya UU Pesisir tersebut.

Ahok menggunakan Keppres Nomor 52 tahun 1995 sebagai acuan pemberian izin reklamasi. Dalam Keppres tersebut, Gubernur berhak mengeluarkan izin reklamasi.

Akan tetapi, pada tahun 2008, dikeluarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Jabodetabekpunjur. Aturan ini sekaligus membatalkan tata ruang pantura yang diatur dalam Keppres 52/1995.

"Jadi, Perpres 2008 itu membatalkan tata ruang 1995, tetapi kewenangan tetap di Gubernur DKI Jakarta," kata Susi.

Selanjutnya, pada tahun 2012, dikeluarkan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 yang merupakan turunan dari UU Pesisir, yang mengatur bahwa kewenangan izin reklamasi untuk kawasan strategis nasional tertentu adalah dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan turunan dari Perpres 122/2012 mengatur izin lokasi reklamasi dengan luas di atas 25 hektar (ha) dan izin pelaksanaan reklamasi untuk luas di atas 500 ha membutuhkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan," ujar Susi.

 

Susi mengatakan, atas dasar itu, pihaknya memandang bahwa kewenangan izin pelaksanaan reklamasi pantai utara memang ada di Gubernur DKI Jakarta. Akan tetapi, izin pelaksanaan reklamasi pantai utara baru bisa dikeluarkan Gubernur setelah ada rekomendasi dari Susi selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, izin pelaksanaan reklamasi pantai utara baru bisa dikeluarkan Gubernur setelah ada Perda Zonasi Wilayah Pesisir.

"Di sini faktanya, pelaksanaan reklamasi pantura yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI dilakukan tanpa rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan dan tanpa adanya Perda Zonasi Wilayah Pesisir," kata Susi.

HERUDIN Wapres Jusuf Kalla (dua kanan) bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri), Menteri PAN RB Yuddy Chrisnandi (dua kiri), Menseskab Pramono Anung (tiga kanan) dan Menko Polhukam Luhut Panjaitan, saat menyambut kedatang Presiden Jokowi di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (19/2/2016). Presiden beserta delegasi tiba kembali di Tanah Air usai melakukan lawatan ke Amerika Serikat untuk menghadiri KTT ASEAN-AS, berkunjung ke Silicon Valley dan menjadi pembicara utama dalam US-ASEAN Business Council. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Selain Susi dan DPR RI, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla juga mengimbau hal yang sama. Kalla mengatakan, proses reklamasi di Jakarta harus mengacu pada aturan yang berlaku.

Menurut Kalla, UU yang mengatur reklamasi adalah UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dia pun menyarankan agar proses reklamasi dan pembangunannya, dihentikan untuk sementara.

"Kalo dalam proses (pembangunan), ya bisa sementara, sambil menata atau mempelajari, mengambil dasar hukum yang benar," ujar Kalla.

Ahok bersikeras

Ahok pun mengomentari banyaknya permintaan untuk menghentikan reklamasi. Sampai saat ini, dia tetap tegas untuk melanjutkan proyek tersebut. Sebab, penghentian proyek reklamasi bisa menyebabkannya digugat.

"Kita tidak bisa berhentikan, bisa di-PTUN (digugat) kita," kata Ahok.

Ahok melontarkan pernyataan itu menanggapi rencana Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang akan mengeluarkan rekomendasi penghentian sementara proyek reklamasi.

Ahok menilai, rekomendasi itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Jika menjalankan rekomendasi itu, Ahok menyebut dirinya berpotensi menanggung gugatan yang akan ditujukan kepadanya.

"Beliau hanya rekomendasi lho, saya bisa digugat orang. Kalau gugat, saya tanggung jawab sendiri. Itu aja," ujar Ahok.

Ahok menyatakan bersedia menghentikan proyek reklamasi jika Susi mengeluarkan surat perintah. Sebab, ia menganggap perintah dari menteri memiliki dasar hukum yang kuat.

Namun, Ahok meyakini Susi tidak akan mengeluarkan surat perintah karena menyadari sulit untuk menghentikan proyek tersebut. Selain karena alasan di atas, dia juga yakin DPRD DKI akan memecatnya jika Pemprov DKI kalah di Pengadilan.

"Kalau saya digugat dan saya kalah di PTUN, dan suruh ganti berapa triliun, yang kalah Pemda loh, jadi Pemda yang harus bayar. Kamu kira DPRD mecat saya engga kira-kira?" ujar Ahok.

Kompas TV Ahok: Iyalah, Djarot: Sudahlah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Megapolitan
Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Megapolitan
Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Gak Meninggal Sudah Banyak

Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Gak Meninggal Sudah Banyak

Megapolitan
Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Megapolitan
Kelabui Polisi, Pria yang Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang Sempat Cukur Rambut

Kelabui Polisi, Pria yang Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang Sempat Cukur Rambut

Megapolitan
Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Megapolitan
Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Megapolitan
Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok Saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok Saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Megapolitan
Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Megapolitan
Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Megapolitan
Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Megapolitan
Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com