Kakeknya, kata Slamet, dulu bekerja di pabrik gas pertama di Batavia, yang juga ada di kawasan itu. Dari kakeknya, ia tahu jika dulu di sepanjang Molenvliet terdapat banyak kincir seperti di Belanda.
"Dulu, kali ini indah sekali. Makanya, jadi semacam tempat rekreasi warga. Sekarang, kali seperti tidak diurus. Manfaatnya untuk warga juga sudah tidak ada," ujarnya.
Ateng (30), warga Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, juga selalu mengingat cerita kakeknya mengenai Molenvliet. Ia yang lahir dan tumbuh besar di sekitar Molenvliet menyaksikan kanal itu memiliki air yang jernih sehingga oleh warga sekitar dijadikan tempat mandi dan mencuci.
Merana
Namun, semenjak tahun 1980-an, air kali mulai keruh dan makin keruh hingga kini. "Sejak saya sekolah SD, sudah tidak pernah lagi ada yang mandi di kali ini. Tapi, waktu itu warga masih sering memancing karena ikannya masih banyak," ujarnya.
Saat itu, kanal selebar 15 meter itu berisi lumpur hasil sedimentasi tanah serta sampah yang menimbulkan aroma tidak sedap. Dari Molenvliet hingga ke terusannya di Jalan Juanda, kondisinya serupa. Air berwarna coklat pekat dipenuhi sampah. Hingga di Pintu Air Istiqlal, sampah-sampah kerap menumpuk dan menjadi masalah. Setiap hari petugas unit pengelola kebersihan Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta tidak pernah berhenti mengangkut sampah.
Sebagian sampah merupakan limbah rumah tangga, seperti botol dan plastik, sebagian lagi merupakan potongan dahan kayu dan bambu. Di saat intensitas air tinggi, sampah memenuhi kali ini dan berpotensi membuat air meluap ke jalan.
"Sampah di dalam gorong-gorong tidak pernah habis. Percuma setiap hari selalu kami bersihkan karena setiap kiriman air dari Bogor banyak, sampah selalu kembali menggenangi kali," kata petugas UPK Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Subani (49).
Kini, ada empat jembatan besar dibangun di atas kanal untuk kendaraan berputar arah, serta empat jembatan kecil untuk pejalan kaki. Terdapat empat halte transjakarta yang berdiri di atas Molenvliet, yakni Halte Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, dan Olimo. Bangunan-bangunan tempat peristirahatan atau hotel dan pabrik gas kini tak lagi tersisa.
Kembalikan fungsi
Euis mengatakan, kanal dalam konteks kota menghubungkan antara air dan kota. Kanal juga memperlihatkan keterhubungan antara ruang dan waktu. Kanal-kanal di Jakarta sempat melalui masa kejayaan ketika kanal berperan dalam menciptakan Batavia sebagai kota yang aman, tetapi tertutup dan eksklusif, juga ketika kanal menjadi area rekreasi. Hingga akhirnya kanal di Batavia mati, terabaikan, dipenuhi lumpur dan aneka kotoran. Bangunan-bangunan di sekitarnya pun dihancurkan.
Kini, mulai muncul romantisasi, impian, agar kanal yang ada dikembalikan sesuai fungsi pada masa lalu, Jakarta bisa menjadi sebuah kota kanal. Kembali memelihara kanal, selain mengembalikan fungsinya sebagai saluran air dan pengendali banjir, juga berdampak pada kebersihan, kesehatan, dan keindahan kota.
(C06)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Molenvliet dan Keindahan di Masa Lalu".