JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menganggap munculnya "manusia perahu" merupakan warga yang sudah dipolitisasi. Tudingan itu dilontarkannya mengacu pada sikap warga yang lebih memilih tinggal di perahu ketimbang direlokasi ke rumah susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
"Manusia perahu" adalah para nelayan warga Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara yang memilih menetap di perahu, pasca penertiban pada 11 April lalu.
Menurut Ahok, alasan warga enggan dipindah karena jauh dari lokasinya melaut tidak masuk akal. Karena, kata Ahok, di Marunda juga merupakan kawasan nelayan yang dekat dengan lokasi melaut.
"Kamu kalau nelayan, kenapa tidak mau tinggal di Marunda, dekat perahu? Kenapa masih ngotot mesti tinggal di Pasar Ikan? Itu berarti sudah politik," kata Ahok di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (19/4/2016).
Ahok pun kembali menegaskan, penertiban kawasan Pasar Ikan merupakan bagian dari perencanaan wisata bahari. Wisata Bahari sendiri menjadi bagian dari konsep penataan kawasan Kota Tua Jakarta. (Baca: Ahok: Mereka Bukan Mau Tinggal di Perahu, melainkan Mau "Ngintai")
"Makanya di dalam Pergub kami 2014 penataan kawasan Kota Tua meliputi Tongkol, Ekor Kruing, VOC Galangan, Pelabuhan Sunda Kelapa, Luar Batang sampai Museum Bahari. Jadi kami mau bikin suatu kompleks yang besar, termasuk Kali Besar Barat," ujar Ahok.
Sebagian warga Pasar Ikan yang kena gusur kini hidup di atas perahu, sedangkan sebagian lain mengontrak rumah di Luar Batang. Sebagian warga lain kini menempati Rusun Rawa Bebek.
Kawasan Pasar Ikan menampung 4.929 penduduk, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.728 KK. Namun, hanya 396 KK yang terdaftar sebagai warga Pasar Ikan. (Baca: Anak-anak "Manusia Perahu" Kesulitan Belajar)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.