Asalkan, Pemprov DKI memenuhi semua aturan dan memerhatikan hak warga yang terdampak proyek.
Dengan kemenangan warga di PTUN, sedianya Pemprov DKI membuka ruang partisipasi baru, seperti negosiasi dan musyawarah dengan warga untuk membicarakan masalah pembangunan inlet sodetan tersebut.
(Baca juga: Biro Hukum DKI Keberatan dengan Putusan PTUN yang Memenangkan Warga Bidaracina)
Pada dasarnya, kata Astri, warga Bidaracina mendukung program pembangunan pemerintah.
Namun, menurut dia, pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan memenuhi asas kecermatan, asas kepastian hukum, dan asas tidak menyalahgunakan wewenang.
Pihaknya juga meminta prosesnya tidak disusupi oleh kepentingan lain, yang bertentangan dengan kepentingan publik.
Hal yang terpenting untuk warga, menurut dia, lahan yang akan dibebaskan itu betul-betul dipakai untuk pembangunan inlet sodetan.
"Karena masyarakat sebenarnya tidak menolak pembangunan," ujar Astri.
Atas putusan PTUN yang memenangkan warga tersebut, Astri mengatakan bahwa warga setempat amat mensyukurinya.
Ada beberapa poin dasar gugatan warga yang diterima majelis hakim. Pertama, Ahok dianggap tidak melakukan konsultasi publik sebelum menerbitkan SK.
Kedua, Ahok tidak menginformasikan kepada warga terdampak perihal diterbitkannya SK.
(Baca: Pemprov DKI Akui Tidak Sosialisasi Tatap Muka Langsung ke Warga Bidaracina)
Ketiga, Ahok tidak mengumumkan, baik secara langsung di lokasi atau media, peta lokasi pembangunan sebagaimana disebutkan dalam SK.
Keempat, Ahok dianggap tidak menjelaskan perubahan luas pembangunan lokasi dari 6.095,94 meter persegi menjadi 10.357 meter persegi, berikut batas-batasnya kepada warga.
Ahok juga dianggap tidak menyusun Amdal untuk SK yang dia keluarkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.