"Orang sulit berpindah ke kendaraan umum karena sudah telanjur punya sepeda motor dan mobil. Jadi, harus ada sesuatu yang kuat yang mendorong dia untuk tertarik menggunakan angkutan umum," katanya.
Dari studi DTKJ, setidaknya ada tiga kesimpulan. Pertama, sebagian komuter pengguna mobil pribadi yang tidak mungkin pindah menjadi pengguna angkutan umum karena sudah nyaman serta tidak masalah dengan kemacetan dan biaya tinggi yang mesti ditanggung.
Kedua, komuter pengguna angkutan umum karena tidak bisa memakai atau tidak punya kendaraan pribadi. Ketiga, ada kelompok komuter yang saat ini memakai kendaraan pribadi, tetapi jika ada alternatif lain yang dinilainya lebih baik, ia akan beralih menggunakan angkutan umum.
Bagi kelompok terakhir ini, kata Ellen, angkutan umum yang dilirik adalah yang punya jadwal keberangkatan dan kedatangan yang jelas, lebih cepat, murah, dan mudah diakses. Hal ini yang belum ada, baik di Jakarta maupun di kota-kota mitra.
Di sisi lain, belum ada aturan yang bisa memaksa komuter secara sukarela pindah menjadi pengguna angkutan umum.
"Aturan yang dimaksud adalah pengendalian lalu lintas, seperti penerapankawasan jalan berbayar (ERP), larangan penggunaan kendaraan pribadi seperti sepeda motor di ruas-ruas tertentu, dan penerapan tarif parkir sesuai zonasi," katanya.
Target 2030
DTKJ menilai, dengan kondisi tata angkutan publik saat ini, target 60 persen perjalanan dengan angkutan umum pada 2030 tidak mungkin terealisasi. Target ini tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI 2030.
Pada 15 tahun lalu, Jakarta sudah menghadapi masalah transportasi dan lalu lintas yang mirip dengan saat ini. "Berbagai teori dan kebijakan dikeluarkan, tetapi tidak konsisten dan tidak berkelanjutan. Yang terjadi seperti saat ini, masalah yang sama terus dihadapi dan terus dicari solusinya. Namun, belum terlihat penataan yang jelas secara menyeluruh yang menjamin masalah serupa tidak berulang lagi 15 tahun ke depan," katanya.
Agar setiap program pembenahan dan pembangunan angkutan umum tidak menjadi program sepotong-sepotong, DTKJ mendorong Pemprov DKI Jakarta membuat perencanaan untuk 20-30 tahun ke depan, bahkan hingga 50 tahun ke depan.
"Apakah transjakarta lintas provinsi sekarang sudah berdasarkan perencanaan matang? Ada atau tidak dokumen perencanaannya? Dokumen ini seharusnya bisa diakses publik. Jadi, siapa pun bisa melihat akan seperti apa penataan transportasi di Jakarta. Penataan ini disesuaikan dengan rencana tata ruang DKI," tambah Ellen.
Dalam hal penataan, Ellen berharap DKI terbuka untuk berkomunikasi dan melaksanakan rekomendasi dari DTKJ. Komunikasi diakui Ellen selalu terjalin baik, tetapi rekomendasi seperti evaluasi, pengawasan, serta perencanaan detail dan matang kadang terlewatkan.
Dengan kondisi ini, Ellen berharap Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menjadi penengah dan penentu penataan transportasi Jabodetabek.
"BPTJ bisa berperan dalam penataan transportasi di Jabodetabek. Berperan dalam arti lebih ke soal integrasi. Yang saat ini terjadi, Jakarta ada terobosan dan lebih untuk kepentingan kawasannya sendiri. Seperti transjakarta lintas provinsi yang diharapkan mengurangi masuknya kendaraan pribadi dari luar Jakarta. Namun, apakah kepentingan semua daerah sekitar Jakarta sudah terakomodasi dengan baik? Itu tugas BPTJ," katanya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala BPTJ belum bisa diwawancarai.
(NEL/WAD/ART)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2016, di halaman 28 dengan judul "Angkutan Umum Dibenahi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.