"Peninggalan utama sang habib adalah ajaran, tradisi, dan keberkahan tempat yang masih begitu terasa," kata Husein.
Penyakit malaria
Ia lalu bercerita, saat wafat, habib dibawa dengan kurung batang (keranda) ke daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Konon kabarnya, sejak itu jenazah habib selalu kembali ke suraunya di dekat pantai. Lokasi surau habib lalu disebut-sebut sebagai kawasan Luar Batang. Luar batang dimaknai "keluar dari keranda".
Pendapat berbeda disampaikan Heuken. Sejarawan ini menulis, penamaan Luar Batang berasal dari basis kongsi dagang Inggris yang disebut log, atau batang kayu. Daerah di utara Pasar Ikan ini semakin lama semakin luas sehingga disebut "Outside The Log", dan diterjemahkan menjadi Luar Batang seperti yang kita kenal saat ini.
Heuken menyebut, sejak tahun 1730-an, daerah ini menjadi daerah yang sudah tidak sehat lagi. Nyamuk yang berkembang biak di tambak-tambak ikan di sekitar kawasan itu menjadi sumber penyakit malaria.
Susan Blackburn dalam bukunya, Jakarta. Sejarah 400 Tahun, menyebutkan, dengan semakin padatnya kota Batavia, permukiman mulai menyebar ke luar tembok kota. Sejumlah wilayah lalu menjadi tidak sehat karena tidak diperhatikan lagi.
"Misalnya, para nelayan dan pelaut Jawa yang tinggal di tepi barat laut kali, tepat di luar tembok kota, di Luar Batang, sebuah daerah dengan drainase yang tidak memadai dan jalan berliku..." tulis Susan. Ia menyebut daerah ini Luar Batang karena adanya palang pabean yang melintang di atas kali.
Chandrian Attahiyat, arkeolog dan tim ahli cagar budaya DKI Jakarta, menuturkan, daerah ini memang dari dulu terkenal dengan serangan malaria hingga kolera. Daerah yang dulunya rawa-rawa lambat laun dipenuhi bangunan tanpa drainase memadai, membuat penyakit cepat bermunculan.
"Bahkan, sekitar 1940-an, daerah ini pernah 'disiram' dari udara untuk mengurangi penyebaran penyakit," ucapnya.
Meski demikian, lanjutnya, kawasan Luar Batang kian dikenal sebagai kawasan ziarah. Setahap demi setahap, surau yang dibangun Sang Habib berkembang menjadi masjid seperti yang tampak sekarang.
Terkait kawasan yang identik dengan penyakit dan daerah kumuh itu, Husein Fikri menuturkan, seorang ulama saat ingin berdakwah selalu memilih daerah terbelakang. Hal itu untuk mengubah keadaan dan memperbaiki kehidupan yang ada di wilayah tersebut.
Masjid Luar Batang yang kini beralamat di RT 004/RW 003 Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, seperti halnya sejumlah masjid lain yang dibangun pada abad ke-18, mengikuti perkembangan pemeluk Islam di Jakarta yang berawal dari Jakarta Utara (Jakut) dan Barat.
Sejumlah masjid yang dibangun pada abad ke-18 tersebut, tulis Heuken, antara lain, Masjid Al-Mansur di Jalan Sawah Lio II/33, Kampung Jembatan Lima, Jakarta Barat (Jakbar); Masjid Al-Alam Cilincing di Jalan Cilincing Lama II, dekat Cengkareng Drain; Masjid Kampung Baru di Jalan Bandengan Selatan, Pekojan, Jakbar; Masjid Pekojan atau Masjid An-Nawier di Jalan Pekojan nomor 79, Jakbar; Masjid Angke di Jalan Tubagus Angke RT 001/RW 005, Kampung Rawa Bebek, Angke, Tambora, Jakbar; Masjid Al-Mukarromah di Kampung Bandan, Jakut; Masjid Jami Kebon Jeruk di Jalan Hayam Wuruk No 83, Maphar, Taman Sari, Jakbar; Masjid Tambora di Jalan Tambora IV, Jakbar; dan Masjid As-Shalafiah di Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.
Mercusuar
Sebagian masjid tersebut menunjukkan gaya arsitektur yang kaya oleh bermacam pengaruh budaya, seperti Arab, India, Tiongkok, dan bahkan Bali.
Menurut Candrian, kelebihan Masjid Luar Batang adalah lokasinya di tepi pantai dan berada di kawasan wisata bahari yang kini tengah dalam proses penataan oleh pemerintah. Oleh karena itu, lanjutnya, penataan kawasan permukiman padat dan kumuh yang mengepung masjid tersebut saat ini diharapkan menjadikan Masjid Luar Batang sebagai mercusuar kehadiran Islam di pantai Jakarta.
Tentu saja penataan ini diharapkan tidak selesai hanya di tingkat fisik, tetapi juga diikuti pemberdayaan warga sekitarnya sehingga menjadi sebuah kawasan wisata yang utuh.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2016, di halaman 27 dengan judul "Mercusuar Islam di Pantai Jakarta".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.