Kecantikan Ciliwung juga terlihat dari bibir-bibir dan tebing sungai yang masih berupa batu cadas alami. Basuki sendiri menyatakan kekagumannya pada kondisi alami Ciliwung.
Ia mengatakan, normalisasi yang dilakukan di ruas Ciliwung sepanjang 19 kilometer (dari TB Simatupang hingga Manggarai) akan mempertahankan bagian-bagian yang masih alami itu.
”Ada sekitar 8-9 kilometer yang berbatu cadas. Ini tak akan diturap dengan sheet pile karena cadas sendiri merupakan batu yang sangat keras,” kata dia.
Meninggalkan kawasan Pejaten ke arah Kalibata hingga Manggarai, suasana berubah.
Bantaran Ciliwung lebih banyak didominasi gedung-gedung perkotaan dan gubuk-gubuk semipermanen yang sebagian menjajah badan Ciliwung. Seluruhnya membelakangi Ciliwung.
Di kawasan padat ini, sampah lebih banyak terlihat karena masyarakat dengan seenaknya membuang sampah ke kali.
Bahkan, di beberapa tempat, bak-bak sampah yang disediakan di bibir kali dibiarkan kosong atau menjadi tempat menyimpan barang-barang.
Basuki berharap, dengan semakin membaiknya kondisi Ciliwung dalam proses normalisasi ini, sungai itu suatu saat bisa menjadi obyek wisata alam.
Semoga Ciliwung tak lagi dianggap sebagai halaman belakang tempat buang sampah dan kotoran kehidupan lainnya....
(IRENE SARWINDANINGRUM)
----
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Mei 2016, di halaman 25 dengan judul "Secercah Harapan dari Kali Ciliwung".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.