JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi Patuh Jaya 2016 telah memasuki hari ke sembilan, Senin (23/5/2016).
Hingga hari itu, jajaran Polda Metro Jaya telah menilang sebanyak 59.507 kendaraan dan menegur 5.550 pengemudi.
Operasi yang rencananya berlangsung sampai 29 Mei 2016 ini menyisakan sejumlah cerita bagi anggota polisi yang terlibat, salah satunya Aiptu M Nasro.
Anggota Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Selatan ini telah puluhan tahun menindak pengendara di Jakarta.
"Saya sudah puluhan tahun di jalan, macam-macam kelakuan orang kalau mau ditilang," ujar Nasro saat ditemui di Mapolrestro Jakarta Selatan, Senin.
(Baca: Polisi Keluarkan 59.507 Surat Tilang di Operasi Patuh Jaya 2016 )
Nasro menuturkan bahwa selama ini banyak pengemudi yang melanggar aturan berlalu lintas.
Ketika akan ditilang, seribu satu alasan dilancarkan pengendara untuk menghindar.
Hal terparah dialami Nasro saat menilang seorang pengemudi motor berinisial YS pada Minggu (22/5/2016).
Ketika itu, YS tidak terima ditilang sehingga mengamuk dan memukuli Nasro. Pengalaman berbeda dialami Nasro saat menilang pengemudi perempuan.
Entah menyesal atau hanya berpura-pura, menurut dia, banyak pengemudi perempuan yang menangis ketika menerima surat tilang.
"Banyak perempuan itu menangis, nggak pakai helm, pas ditilang nangis. Tapi biasanya tetap saya tilang," ujarnya.
Mereka yang "dilepas"
Menangis dan mengamuk tidak membuat pengendara dilepas saat kedapatan melanggar aturan berlalu lintas.
Namun, menurut Nasro, ada juga yang membuatnya luluh sehingga hanya menegur pengendara.
"Banyak yang mengebut atau melanggar rambu-rambu jalan, pas ditanya ternyata ada keluarganya yang sakit, istrinya mau melahirkan, saya mikir kasihan ini orang sedang susah masa mau kita bikin tambah susah lagi," kata Nasro.
Operasi Patuh Jaya dan razia dari kepolisian, tentu tidak memberhentikan seluruh pengendara yang lewat.
Nasro membocorkan bahwa mereka yang biasa dihentikan di jalan adalah yang terlihat mencurigakan, panik, serta yang terang-terang terlihat melakukan pelanggaran.
Meskipun demikian, diakui Nasro, biasanya pengendara tampak gugup dan panik ketika diberhentikan meskipun tak melakukan pelanggaran.
Menurut Nasro, polisi memiliki prosedur saat menindak. Kesopanan tetap dikedepankan meski harus bersikap tegas.
Untuk itu, Nasro mengatakan bahwa warga sedianya tak perlu panik jika terkena razia.
Selain membiarkan pengendara yang terlihat percaya diri, Nasro juga mengatakan ada semacam "kesepakatan internal" bahwa polisi tidak memberhentikan kendaraan yang memasang stiker Dinas Perhubungan, atau atribut kepolisian.
"Kan biasanya ada tuh yang di dashboard majang topi, padahal belum tentu dia keluarga polisi. Cuma memang jarang kita tindak. Kadang-kadang saja kita berhentikan, tanya surat-suratnya mana" kata Nasro.
(Baca juga: Stiker Militer Dicabut, Pengendara Wanita yang Mengaku Anak Perwira TNI Ini Marah-marah)
Mereka yang jelas-jelas tidak ditindak, menurut Nasro, adalah pengendara yang diselamatkan oleh 'petinggi' polisi.
Sering kali, ketika Nasro memberhentikan kendaraan, bukan disodori surat-surat oleh pengendaranya, namun disodori telepon.
"Belum apa-apa, baru saya pinggirkan, langsung saya dikasih telepon. Ternyata keluarga atasan," ujarnya.
Sering kali, Nasro menemukan pembantu rumah tangga para petinggi kepolisian yang melakukan pelanggaran.
Namun karena tidak enak saat diminta langsung oleh atasan, Nasro melepasnya.
Ada pula kelompok pengendara yang dilepas meskipun bukan sanak saudara petinggi Polri.
Atas nama profesi, Nasro dan kawan-kawan biasanya hanya sekedar 'paham'.
"Ya biasa banyak wartawan mau liputan, ya gimana ya saya paham. Biasanya kalau tidak fatal saya lepas saja, lanjut," ujar Nasro.
Kendati demikian, Nasro mengatakan bahwa penilaian tiap anggota Polantas berbeda-beda terhadap pengendara. Ada yang tegas, dan ada yang murah hati.
Oleh karenanya, Nasro mengingatkan para pengendara agar selalu patuh dan melengkapi diri dengan surat-surat saat mengemudi.
Berdasarkan data dari Sub Direktorat Penegakkan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, pelanggaran terbanyak dalam Operasi Patuh Jaya 2016, sekaligus terfatal, adalah masalah kelengkapan surat.
Hingga hari kedelapan, kelengkapan surat menjadi pelanggaran terbanyak kedua setelah pelanggaran rambu.