JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan ini, sikap Ketua RT/RW yang menolak kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk melapor aduan melalui aplikasi Qlue, ramai diperbicangkan.
Setelah puluhan pengurus RT/RW mengadu ke Komisi A DPRD DKI Jakarta, Ketua RW 12 Kebon Melati Agus Iskandar mengaku dipecat oleh Lurah Kebon Melati Winetrin. Agus dan puluhan pengurus RT/RW lainnya meminta Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga dicabut.
Terlebih aduan melalui Qlue dikaitkan dengan uang insentif. Setiap laporan untuk tingkat RT dihargai Rp 10.000 dan tingkat RW dihargai Rp 12.000. Maksimal laporan yang akan dibayar per bulan yakni Rp 900.000 untuk RT dan Rp 1.125.000 untuk RW.
Namun Winetrin membantah telah memecat Agus. Dia meminta Agus untuk mengundurkan diri jika tidak sepakat dengan kebijakan gubernur.
Menanggapi hal itu, Basuki mengatakan tidak semua Ketua RT/RW menolak pengaduan melalui aplikasi Qlue. Seperti contohnya Ketua RW di Cipete Utara. Saat meresmikan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) Vila Taman Sawo, Selasa (31/5/2016) kemarin, Basuki duduk bersebelahan dengan ketua RW setempat.
"Dia bilang, 'Saya ini (Ketua) RW lho, Pak. Istri saya Ketua RT'. Terus saya bilang, 'udah ngerti belum masalahnya? 'Ngerti, Pak. Bisa suruh anak buah (isi Qlue)'," kata Basuki.
Basuki mengatakan, laporan Ketua RT/RW melalui aplikasi Qlue dapat memudahkan evaluasi kinerja Lurah dan SKPD terkait. Laporan itu juga sebagai pertanggungjawaban pemberian gaji operasional.
Kebijakan Ahok ditentang mantan Lurah Warakas
Bukan kali ini saja, pamong masyarakat menentang kebijakan Basuki. Mengingat kembali pada tahun 2013 lalu, seorang Lurah bernama Mulyadi menentang kebijakan lelang jabatan.
Mulyadi yang saat itu menjabat sebagai Lurah Warakas bahkan mengancam uji materi Surat Keputusan Gubernur tentang lelang jabagan Lurah dan Camat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan disebut-sebut saat itu Mulyadi telah menggandeng Yusril Ihza Mahendra untuk mengurusi permasalahan itu.
Meskipun saat itu, Joko Widodo yang menjabat gubernur. Namun ide pelaksanaan lelang jabatan lurah dan camat datang dari Basuki.
Setelah kasusnya jadi sorotan publik, Mulyadi berkirim surat ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta dan meminta maaf atas sikapnya. Selain itu, ia memohon agar diikutsertakan dalam ujian kompetensi susulan.
Mulyadi kemudian dimutasi menjadi Lurah Tugu Utara. Beberapa warga setempat pun pernah melaporkan Mulyadi kepada Basuki, karena diduga menyelewengkan anggaran saluran air dan fogging nyamuk.
Heru Budi Hartono yang menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Utara saat itu pun akan kembali memutasi Mulyadi ke posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya aduan warga terhadap Mulyadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.