Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Ahok atau Bukan Ahok, Intuisi Megawati Kembali Diuji

Kompas.com - 08/06/2016, 05:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Dalam sebuah kesempatan, Basuki bercerita, namanya sempat ditolak Jokowi yang waktu itu lebih ingin berpasangan dengan aktor Deddy Mizwar. Hitung-hitungan politik, jauh lebih menguntungkan menggandeng Deddy yang sudah terkenal, muslim pula. Sementara Ahok, sosoknya jauh dari menguntungkan secara politik: tidak dikenal, tionghoa, dan non-muslim.

Ahok bercerita, Jokowi sengaja menyandingkan nama Deddy dan Ahok kepada Megawati dengan tujuan Mega akan memilih Deddy yang lebih populer untuk menjadi pendamping Jokowi. Intuisi Mega berkata lain. Ia tidak tertarik dengan Deddy.

"Deddy Mizwar sama Ahok, masa Bu Megawati pilih Ahok sih, kan enggak mungkin. Namun, enggak tahu, pukul 01.00 dini hari, enggak tahu minum obat apa, saya enggak tahu Bu Mega tiba-tiba, pokoknya, diputusin saya (yang jadi calon wagub mendampingi Jokowi). Pak Jokowi pun kaget karena saya yang dipilih Bu Mega. Orang, celana yang disiapkan untuk kampanye juga bukan ukuran saya," cerita Basuki.

Intuisi Mega terbukti. Pilkada DKI Jakarta 2012 rasanya menjadi Pilkada yang paling gempita. Butuh dua putaran untuk menyelesaikannya. Di putaran kedua, Jokowi-Basuki menang mutlak 53,82 persen mengalahkan pasangan Foke-Nachrowi Ramli yang meraih 46,18 persen.

Pilpres 2014

Terakhir, intuisi Megawati kembali menentukan arah politik Indonesia ketika pada Jumat pahing, 14 Maret 2014, ia menetapkan secara resmi Jokowi menjadi calon presiden dari PDI-P.

Lagi-lagi ini bukan perkara mudah. Elektabilitas Jokowi memang melesat saat itu. Namun, ada banyak keraguan tentang sosoknya. Jokowi dianggap melompat terlalu jauh. Belum rampung tugasnya di Jakarta, politisi hijau dari kampung ini diminta untuk bertarung di pilpres.

Kalaupun menang, risikonya besar, menjadi nakhoda negeri ini. Megawati tidak sedang bertaruh untuk partainya, tapi untuk Indonesia. Nasib 250 juta masyarakat Indonesia berada di tangan Mega.

Cerita setelah pilihan itu kita mengalaminya. Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla mengalahkan Prabowo yang menggandeng Hatta Rajasa. Ini adalah pilpres yang paling melelahkan sepanjang sejarah Indonesia.

Hari-hari setelah pilpres pun melelahkan. Ada riak politik yang amat keras di tahun pertama pemerintahan Jokowi-Kalla. Sejumlah politisi PDI-P bahkan berhadap-hadapan secara terbuka dengan Jokowi terkait  penyusunan kabinet. Meski suhu politik begitu panas, Mega tetap adem, setidaknya begitu yang terlihat di publik.  Ketika semua orang ribut, ia tetap diam. Padahal, salah satu biang keributan itu adalah karena pilihan politiknya atas Jokowi.  

Ahok atau bukan Ahok

Kini, intuisi Mega kembali diuji dalam Pilpres DKI Jakarta 2017. Perjalanan memang masih panjang. Pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur baru akan dilakukan sekitar bulan September. Semua menunggu Mega bersuara siapa yang bakal dicalonkan partai moncong putih kali ini. Ia masih menjadi faktor determinan.

Situasi kali inipun tidak mudah. Incumbent Basuki Tjahaja Purna yang "lahir" dari intuisi Mega di tahun 2012 begitu kukuh elektabilitasnya. Masalahnya bukan itu. Soal elektabilitas, sejarah membuktikan, intuisi Mega mampu menaklukkannya.

Pasalnya, ada semacam gengsi yang berbenturan dengan harapan di internal partai dan seperti enggan didamaikan terkait sosok Ahok. Jauh-jauh hari Ahok sudah telah menyatakan diri maju pilkada dari jalur independen bersama "Teman Ahok", relawan pendukungnya. Ahok maju berpasangan dengan Heru Budi Hartono, birokrat Pemprov DKI Jakarta yang disebutnya bersih.

KOMPAS.com/Indra Akuntono Masyarakat DKI Jakarta memberikan dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/3/2015).
Kelompok politisi pertama adalah mereka yang menganggap langkah Ahok sebagai deparpolisasi. Bagi mereka, Ahok seperti "menihilkan" eksistensi partai politik. Ahok tidak hanya keluar dari Partai Gerindra, tapi juga ogah maju dari jalur partai politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Megapolitan
Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Megapolitan
4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

Megapolitan
Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Megapolitan
Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Megapolitan
Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Megapolitan
Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Megapolitan
Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Megapolitan
Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Megapolitan
Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya 'Ngikut'

Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya "Ngikut"

Megapolitan
Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Megapolitan
Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Megapolitan
HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com