Bagi kelompok "gengsi" ini, jika Ahok ingin mendapat dukungan maka ia harus mengikuti mekanisme partai. Ia harus tunduk pada aturan partai dengan mendaftarkan dirinya dan mengikuti fit and proper test. PDI-P tidak mau diatur-atur Ahok.
"PDI-P sudah inves dan pasang badan banyak ke Ahok. Kamu lihat Ahok melakukan timbal balik enggak. Bukan PDI-P yang harus ditekan. We did more than enough ke Ahok," kata politisi PDI-P Eva Kusuma Sundari.
Ahok yang sepanjang pemerintahannya "beringas" terhadap politisi di DPRD DKI Jakarta tampaknya enggan untuk sowan dan sungkem serta memohon-mohon pada partai politik. Ahok seolah tidak mau didikte oleh partai.
Terlebih, sudah ada "Teman Ahok" yang sangat serius mengurus pencalonannya di jalur independen. Ia juga sadar elektabilitasnya yang tinggi adalah kekuatan untuk melawan oligarki partai.
Mungkin Ahok tak mau hal yang menimpa Jokowi terjadi pada dirinya. Jokowi kerap disebut sebagai petugas partai. Ada kepentingan partai pengusung yang harus dikompromikan.
Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PDI-P DKI Jakarta Gembong Warsono menegaskan, dukungan partai hanya diberikan kepada bakal calon yang mendaftarkan diri.
"Kalau PDI-P meminang Ahok, saya katakan pasti tidak. Jadi, Ahok bisa diusung PDI-P ketika Ahok mendaftar ke PDI-P," kata Gembong.
Sementara, kelompok kedua bersikap lebih lunak. Mereka seolah memberi "kedipan mata" untuk Ahok. Politisi PDI-P di kelompok ini nampak berharap dapat mengusung Ahok. Pilihan yang sangat rasional mengingat tingginya elektabilitas Ahok dan tentu saja faktor historis di tahun 2012.
Meski Ahok sudah menyatakan maju di jalur independen, para politisi di kelompok ini seolah masih memberi harapan bawah PDI-P masih mungkin mengusung Ahok. Anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P Charles Honoris menegaskan selama ini Ahok menjadi salah satu calon yang selalu diperhitungkan.
Ketua DPP Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengemukakan, ada tiga kemungkinan bagi PDI-P mengusung calonnya.
"Pintu pertama lewat DPD, pintu kedua melalui DPP, dan pintu ketiga hak prerogratif yang dimiliki Ketua Umum," kata Jarot.
Megawati sebagai Ketua Umum partai nampaknya juga memberikan "kedipan mata". Ahok menuturkan, ia sempat bertemu dengan Megawati beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, Mega menyarankan agar ia tetap berpasangan dangan Djarot.
"Bu Mega enggak pernah maksa. Bu Mega cuma bilang, 'Kalian itu sudah baik berdua, gitu lho'," ujar Ahok menirukan Mega.
Saran Mega tidak mudah bagi Ahok. Kalau mengikuti saran Mega, itu artinya Ahok harus melepas Heru dan Teman Ahok. Lebih dari itu, ada "gengsi" Ahok yang juga dipertaruhkan.
Jalan masih panjang. Waktu pendaftaran calon pun masih lama. Melalui jalur resmi partai atau tidak, PDI-P memang tergiur pada sosok Ahok. Yang menghalangi adalah gengsi keduanya. Intuisi Megawati lah yang akan menjawabnya nanti.
Akankah intuisi Mega kembali teruji benar? Kita tunggu saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.