Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Ahok atau Bukan Ahok, Intuisi Megawati Kembali Diuji

Kompas.com - 08/06/2016, 05:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Megawati  Soekarnoputri bukanlah sosok yang artikulatif. Kalimat-kalimatnya yang kerap kita dengar di forum-forum terbuka bukanlah kata-kata yang terstruktur seperti Susilo Bambang Yudhoyono. Kadang kalimat-kalimat Mega malah terasa seperti kata yang terpenggal-penggal.

Ia memang bukan politisi yang pandai berkata-kata. Namun, sejumlah dinamika politik di negeri ini sesungguhnya amat dipengaruhi oleh pilihan-pilihan politiknya. Sejumlah orang yang mengenalnya dari dekat mengatakan, Megawati memiliki intuisi politik yang tajam.

Ketajaman intuisinya barangkali bisa jadi karena warisan genetis dari Soekarno, ayahnya. Namun, tak bisa dipungkiri, kerasnya perjalanan politik Mega menguatkan ketajaman intuitifnya sebagai seorang politisi. Sebagai politisi, ia ditempa oleh kerasnya represi rezim orde baru. Mega lah yang membangun PDI-P dari nol dengan segala jatuh bangunnya.

Almarhum Frans Seda, politisi senior PDI-P, dalam sebuah kesempatan pernah berkata, seringkali logika dan analisis fakta-fakta rasional harus bertekuk di bawah intuisi politik Mega.

“Dia (Mega) punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya,” kata Frans.

Ganjar Pranowo, politisi PDI-P yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah, pun mengakui bahwa perjalanan karir politiknya hingga menduduki kursi gubernur adalah buah dari intuisi Mega yang memintanya maju di last minute.

Kala itu, pasangan Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Jawa Tengah selang empat jam sebelum pendaftaran tutup pada pukul 24.00.

Pilihan Mega atas Ganjar bukan pilihan yang populer. Pasalnya, menurut survei Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LKSP), anak perusahaan Lingkaran Survei Indonesia yang kesohor itu, elektabilitas Ganjar hanya 8,4 persen, jauh di bawah calon incumbent, Bibit Waluyo, yang mencapai 39 persen.

Nyatanya Megawati tidak salah. Ganjar menang dengan perolehan suara 48,82 persen mengunguli Bibit di posisi kedua dengan perolehan suara 30,2 persen. Kemenangan yang mengejutkan. Ganjar pun memimpin Jawa Tengah periode 2013-2018.

Jokowi-Basuki

Sebelumnya, pada 2012, intuisi Megawati juga menuntunnya pada sosok Joko Widodo atau Jokowi, Wali Kota Solo. Megawati meminta Jokowi hijrah ke Jakarta untuk maju dalam Pilkada berhadapan dengan calon incumbent Fauzi Bowo atu Foke yang menggandeng Nachrowi Ramli.

Bukan pilihan yang mudah mengingat tingginya popularitas dan elektabilitas Foke. Survei yang dilakukan Cyrusnetwork pada Desember 2011, elektabilitas Jokowi hanya 6 persen, sementara Foke berada di urutan teratas dengan 25,3 persen.  Sementara, survei PDI-P dari Indobarometer awal Februari 2012 mendapatkan, popularitas Jokowi berada di urutan ketiga setelah Foke dan Tantowi Yahya.

Keputusan Mega memilih Jokowi sempat dipertanyakan Sekjen PDI-P kala itu, Tjahjo Kumolo. “Wis meneng (sudah, diam saja). Siapkan semuanya,” kata Mega menjawab keraguan Tjahjo.

Begitulah Mega. Ia tidak artikulatif. Kata-katanya instruktif. Mungkin Mega memang punya kesulitan mengartikulasikan intuisinya. Jika sudah memilih, tak ada yang bisa menggoyahkannya, termasuk suaminya, almarhum Taufi Kiemas.  Mega bahkan sempat bersitegang dengan Taufik yang condong mendukung Foke.

Yang lebih membingungkan lagi,  sosok pendamping Jokowi pun jauh dari populer: Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mantan Bupati Belitung Timur. Nyaris tak ada orang Jakarta yang kenal Basuki saat itu. Nama Ahok disodorkan Partai Gerindra.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Megapolitan
Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Megapolitan
4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

Megapolitan
Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Megapolitan
Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Megapolitan
Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Megapolitan
Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Megapolitan
Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Megapolitan
Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Megapolitan
Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya 'Ngikut'

Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya "Ngikut"

Megapolitan
Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Megapolitan
Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com