Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesadaran Menjaga Sungai yang Semakin Runtuh...

Kompas.com - 08/06/2016, 15:00 WIB

PENGETAHUAN mengenai pentingnya menjaga sungai dirawat selama berpuluh-puluh tahun oleh sebagian warga Betawi yang tinggal di Jakarta. Namun, masifnya pembangunan dan minimnya kesadaran sebagian warga lain telah meruntuhkan pesan kelestarian tersebut.

Nanang Supriyadi (43), warga Betawi yang tinggal di dekat Kali Buaran, Kampung Warudoyong, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menyadari pentingnya merawat sungai karena dapat menjadi sumber kehidupan sekaligus sumber petaka. ”Dari dulu kami sekeluarga tak mau buang sampah di sungai. Kami tahu nanti itu bikin kotor dan banjir,” ujar Nanang, yang juga Ketua RT 011 RW 008 Kelurahan Jatinegara, Rabu (1/6), di Jakarta.

Nanang mengungkapkan, semasa dia kecil, air Kali Buaran tak hanya mengairi sawah milik orangtuanya, tetapi bahkan bisa diminum. Hingga sebelum tahun 1990, dia dan keluarganya masih menjadi petani. Dia juga kerap mandi dan berenang di sungai itu.

Dari Kali Buaran pula, ia dan keluarganya memperoleh air bersih hingga era 1990-an. Sistem drainase rumah Betawi yang memakai empang sebagai penampungan air kotor membuat limbah rumah tangga mereka tidak pernah mengotori kali.

Memasuki tahun 1993, kata Nanang, areal persawahan di sekitar rumahnya mulai hilang, terutama sejak dibangun jalan layang yang menghubungkan Jalan Radjiman dengan Jalan Radin Inten II. Pembangunan jalan itu menghubungkan area Duren Sawit dan Pulogadung.

Areal persawahan di sekitar rumah Nanang pun berganti dengan permukiman. Oleh karena dekat dengan area industri Pulogadung, hunian di Kampung Warudoyong kini makin padat. Rumah semipermanen pun tumbuh di bantaran Kali Buaran. Sejak itu pula, wajah sungai itu menjadi kotor dan berwarna gelap.

Tanah milik sungai

Dengan permukiman yang semakin padat seperti sekarang, lanjut Nanang, dirinya dan sebagian besar kerabatnya di Kampung Warudoyong menggunakan septic tank sebagai tempat penampungan limbah rumah tangga.

Pengetahuan mengenai pentingnya menjaga sungai juga dirawat baik oleh Rokib (56), warga asli Betawi di dekat Kali Jati Kramat, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Dia tak pernah tergoda memperluas rumahnya hingga mendekati bibir sungai itu.

Menurut dia, lahan di belakang rumah adalah tanah milik sungai. Kesadaran itu dijaga turun-temurun oleh Rokib dan sejumlah warga Betawi lain untuk menghormati sungai. ”Ini ada batas nih, beton pas di belakang rumah saya. Itu batas tanahnya kali,” ujar Rokib sambil menunjuk cor beton pembatas area Kali Jati Kramat di belakang rumahnya pada 19 Mei lalu.

Rokib mengungkapkan, bentuk Kali Jati Kramat telah berganti rupa. Sungai itu aslinya berkelok-kelok dan tak terlampau lebar seperti sekarang. Hingga tahun 1990, lebar sungai itu hanya sekitar 3 meter.

Memasuki tahun 2000, alur Jati Kramat diluruskan, dikeruk, dan tebingnya diperkuat. Lebar alur sungai itu menjadi sekitar 5 meter dengan kedalaman lebih dari 3 meter.

Sebelum diluruskan, lanjut Rokib, lebar sempadan sungai mencapai 13 meter, tetapi kini tersisa 3 meter akibat tergerus erosi terus-menerus. ”Dulu tanah kakak saya ini jauh dari bibir kali. Namun, sekarang berada lebih dekat karena bantaran tergerus air kali,” ucapnya.

Semasa kecil, Rokib mengaku masih bisa meminum air kali itu. ”Kalau sekarang, kan, isinya sampah. Masuk ke dalam kalinya saja sudah males,” katanya lagi.

Selain Kali Buaran dan Jati Kramat, kualitas Kali Cakung di Jakarta Timur juga memburuk dari tahun ke tahun. Hal itu diungkapkan Abdul Hadi (80), warga Betawi, yang menjadi salah satu saksi sejarah Kali Cakung di Kelurahan Pulogebang, Jakarta Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com