SUARA gaduh klakson menimbulkan kebisingan di jalan raya. Padatnya kendaraan berbaur dengan hilir mudik orang. Sebagian memanggul karung berbeban berat. Yang lain tersenyum puas sambil menjinjing kantong belanja.
Begitulah pemandangan sehari-hari di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kawasan ini merupakan sentra pakaian jadi yang sudah dikenal luas bahkan hingga mancanegara.
Di kala bisnis daring semakin menggeliat, pesona Tanah Abang sebagai surga belanja seolah belum terusik. Warga dari banyak daerah tetap rela menembus kemacetan dan berdesakan demi meraih sandang dengan harga miring.
Namun, pengelola Pasar Tanah Abang tak ingin terlena dan mulai memasuki era daring dengan meluncurkan situs www.tanahabangmarket.co.id pada Rabu (1/6/2016). Situs itu dikhususkan bagi para pedagang Pasar Tanah Abang.
"Saya ingin situs ini tidak menggerus penjualan konvensional di toko, tetapi menambah penghasilan bagi para pedagang," tutur Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat peresmian situs itu.
Pedagang dan pembeli mencoba akses situs belanja itu melalui laptop yang disediakan panitia saat peluncuran situs.
"Lumayan juga, belanja baju harga Tanah Abang nantinya bisa dari rumah," ucap Makdin (54), seorang pengunjung.
Beragam reaksi
Peluncuran situs belanja ditanggapi beragam oleh para pedagang Pasar Tanah Abang. Ada yang menyambut dengan suka cita, ada pula yang enggan mendaftar dengan berbagai alasan.
Mita (36), pedagang di Blok C, antusias mendaftar menjadi pedagang di www.tanahabangmarket.co.id.
"Siapa tahu saja ada warga yang membeli barang saya, kan, bisa menambah penghasilan," ujarnya seraya tersenyum.
Mita juga terbiasa memakai sarana komunikasi Whatsapp dan Blackberry Messenger untuk mengenalkan produknya. "Informasi produk jadi cepat tersebar dan toko saya lebih ramai," katanya.
Berbeda dengan Mita. Helmi (50) justru tidak tertarik menjadi anggota situs. Pedagang kaus di Blok G itu mengaku trauma dengan bisnis daring.
"Saya cuma bertahan tiga bulan jualan online via Facebook tahun 2014. Banyak yang cuma pesan, tetapi tak bayar," ucapnya.
Helmi juga tidak tahan dengan komplain pembeli daring, antara lain terkait ukuran pakaian yang dibeli. "Saya jadi pusing sendiri," tambah Helmi.
Sejak saat itu, ia memilih untuk berjualan konvensional saja di Blok G. "Walaupun di sini tidak terlalu ramai, hasil lebih pasti karena bertemu langsung dengan pembeli," ujarnya.
Eli (42), pedagang pakaian wanita di Blok B, kurang tertarik bisnis daring karena malas mengunggah foto setiap produk, memasukkan data harga, dan keterangan lain.
Ia tetap lebih suka berdagang di toko. Setiap hari, ia menjaga toko pukul 07.00-pukul 16.00. "Di sini, saya bisa sambil menata pakaian yang saya jual. Batin saya puas melihat barang dagangan tertata rapi," ungkapnya.
Sosialisasi bertahap
Menurut Chief Executive Officer Tanah Abang Market Burhanudin Hulaimi, sekitar 250 pedagang telah bergabung dengan situs belanja itu. Jumlah itu masih di bawah total 30.000 pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A hingga G.
"Kami terus sosialisasi. Targetnya, 1.000 pedagang bergabung ke situs kami, akhir 2016," tutur Burhanudin.
Rudiantara menyebutkan, bisnis daring mau tidak mau akan menggantikan bisnis konvensional pada masa mendatang. "Pedagang tentu harus beradaptasi dan mengantisipasinya dari sekarang," ucapnya.
Perkembangan zaman memang tidak terelakkan. Selamat datang di era digital. (C08)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juni 2016, di halaman 26 dengan judul "Kala Bisnis Daring Mulai Merambah Tanah Abang".