JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang kedua terhadap mantan anggota DPR RI Fanny Safriansyah alias Ivan Haz. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu digelar pada Rabu (15/6/2016) sore.
Salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum yakni korban kekerasan Ivan, pembantu rumah tangga berinisial T (21). Selama lebih kurang dua jam, T menceritakan bagaimana mulanya dia bekerja dengan Ivan hingga mengalami kekerasan tersebut.
T mengaku mulai bekerja dengan Ivan pada 2 Mei 2015. Saat itu, dia diantar oleh kurir dari yayasan penyalur baby sitter ke apartemen Ivan.
"Saya diantar sama kurir. Pak Ivan yang nyambut (di apartemennya). Setelah kurirnya, saya, Pak Ivan, selesai tanda tangan (kontrak kerja), kurirnya pulang," ujar T.
Setelah lebih kurang satu pekan bekerja, T merasa tidak betah dan ingin kembali ke yayasan. Saat itu, Ivan belum pernah melakukan kekerasan kepadanya. Dia hanya menyebut tidak terbiasa tinggal di apartemen dan takut karena kerap mendengar Ivan bertengkar dengan istrinya pada malam hari.
"Pagi, setengah 7 (06.30), pas anak mau mandi, saya bilang Bu Anna, istrinya Pak Ivan. 'Bu, maaf sebelumnya saya di sini enggak betah karena enggak biasa di apartemen'," kata T.
"Kalau malam-malam Pak Ivan sama Bu Anna suka berantem, saya takut," sambungnya.
Istri Ivan kemudian menyarankan T untuk berbicara kepada Ivan. Kemudian Ivan meminta T untuk menunggu ada orang lain yang menggantikannya.
"Saya tunggu sampai ada ganti, tapi belum ada ganti. Karena enggak ada ganti terus, saya mau kabur pertamanya," tutur dia.
Akhirnya T memutuskan untuk kabur ketika belum genap satu bulan bekerja. Dia meninggalkan apartemen yang dihuni Ivan pada pagi hari dan bertemu petugas keamanan apartemen. Petugas keamanan itu lalu meminta T menunggu di ruang tunggu.
"Terus Pak Ivan datang ke bawah, (saya) dibawa naik lagi ke atas. Kata security tolong susternya jangan diapa-apain. Pas naik ke atas, pintu apartemen ditutup, Pak Ivan marah-marah," papar T.
"'Kamu enggak tahu siapa saya, saya anaknya Pak Hamzah Haz. Kamu mau masuk penjara apa kerja di sini? Nanti saya bilang aja kamu ngambil barang berharga saya biar kamu dipenjara.' Saya bilang iya sama mau kerja," lanjut dia.
Karena takut dengan ancaman tersebut, T kemudian memutuskan untuk tetap bekerja. Pada hari itu, Ivan hanya mengancam T dan memarahinya dengan kata-kata kasar. Lalu, hari-hari berikutnya Ivan sering memukul T.
Kemudian, pada 17 Juli 2015, T tidak sengaja menginjak pakaian Anna, istri Ivan. Anna kemudian memukul kepala T. Akibatnya, T kembali meminta untuk berhenti bekerja.
"Kata Pak Ivan, 'Minta pulang terus'. (Dia) mukul di tengkuk. Dari tempat tidur ngehampiri saya, mukul satu kali. Terus Pak Ivan ngambil bantal di apartemen buat mukul tiga kali. Saya kejedot pintu di lemari apartemen," jelas T.
Pada 26 Juli 2016, kakak T datang untuk menjemputnya. Namun, dia menolak ikut bersama kakaknya karena takut dipukul oleh Ivan.
Setelah kejadian itu, Ivan berulang kali memarahi, menendang, dan memukul T menggunakan tangan kosong dan benda tumpul, seperti remote televisi, ponsel, tutup panci, mainan robot-robotan, dan lainnya.
Akibatnya, T sering merasakan sakit pada bagian tubuhnya, terutama telinga, mata, dan hidungnya.
"Mata saya sakit. Hidung saya yang sering dipukul juga sakit. Sering dipukul pake HP iPhone sampai HP iPhone-nya pecah," kata T.
Mata T sempat membengkak hingga tidak bisa dibuka. Hidung dan telinganya pun pernah berdarah karena pemukulan yang dilakukan Ivan.
Puncaknya terjadi pada 28-29 September 2015. Ivan memarahi, memukul, dan menendang punggung T. Karena sudah tidak tahan, dia memutuskan untuk kabur pada 30 September 2015.
"Tanggal 30 September saya ke bawah, kabur lewat pagar apartemen karena kepala saya sakit. Saya naik pagar apartemen di lobi," ucap T.
T kemudian berlari menyusuri gang-gang kecil hingga akhirnya dia sampai di Stasiun Karet. Dia pun memutuskan untuk menemui pamannya di Depok.
"Saya lari ke gang-gang kecil, asal lari aja terus ketemu Stasiun Karet. Saya minta-minta dulu di jalan biar ada uang," ucap T.
Saat meninggalkan apartemen Ivan, T tidak membawa barang apa pun. Dia hanya mempunyai nomor ponsel pamannya.
"Saya belum digaji, dompet, HP, masih di Pak Ivan," kata dia.
Akhirnya, setelah mendapat uang hasil meminta-minta, T pun membeli tiket KRL ke Depok Baru. Di dalam stasiun ada seorang pria yang mau menolongnya menghubungi paman T.
"Bapak-bapak nolongin saya. Udah telepon paman saya, saya ngomong saya pengin pulang, saya kabur dari kerjaan," tuturnya.
Di dalam stasiun, T bertemu saksi Venny dari LBH APIK yang kemudian menolongnya dan membawanya ke pos kesehatan di Manggarai. T juga dibawa ke LBH Jakarta dan bertemu pamannya di sana.
"Di LBH saya ketemu paman dulu, terus dikasih makan sama minum. Terus diantar teman-teman LBH ke Polda sama paman," kata dia.
Hari itu, T yang ditemani pihak dari LBH APIK dan pamannya mendatangi Polda Metro Jaya dan melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh Ivan terhadapnya.
Kini Ivan didakwa Pasal 44 ayat 1 juncto Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.